SuaraPemerintah.ID-Komunitas Anti Korupsi Indonesia (KAKI) saat ini berkoordinasi dengan DPRD Kalsel guna menggugat UU Minerba. Dalam waktu dekat KAKI juga akan berdialog dengan Dewan Perwakilan Daerah di Senayan untuk membicarakan langkah konstitusional menggugat UU Minerba merugikan daerah ini
Pada dasarnya KAKI tidak ingin pemberian izin eksploitasi tambang dijadikan ajang orang-orang Jakarta mendapatkan keuntungan dengan cara mengeksploitasi daerah. Hal ini merupakan bentuk korupsi tidak terjamah KPK.
Hal ini sebagai tindak lanjut aksi KAKI di depan Gedung DPRD Kalsel, Senin (15/11) lalu. Kami mendesak DPRD Kalsel bersama eksekutif menggugat regulasi pengaturan Minerba ke Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia.
Sementara Ketua DPRD Kalsel Dr (HC) H Supian HK SH MH menyambut positif tuntutan KAKI dan turut menandatangani pernyataan agar pemerintah pusat mengembalikan kewenangan pengaturan Minerba ke daerah.
“Memang tampaknya urusan otonomi daerah seperti pengaturan Minerba bagaikan peribahasa ‘kepalanya dilepas, tapi buntutnya (ekornya) tetap dipegang’ sehingga kewenangan daerah terkesan menjadi tanggung,” ujar anggota DPRD Kalsel dua periode tersebut.
“Kita nanti akan bicarakan masalah pengaturan Minerba tersebut dengan pemerintah pusat melalui Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) di Jakarta pada kesempatan pertama,” kata Supian HK.
Menurut data Dinas ESDM Provinsi Kalsel, terdapat 400 Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan 8 Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) menyedot batubara dalam jumlah besar di Kalsel.
Terdapat dua persoalan utama, pertama, daerah tidak dapat menentukan sendiri apakah eksploitasi itu boleh atau tidak, kedua: daerah mendapatkan hanya sebagian hasil, padahal kekayaan alam tersebut milik daerah.
Saat ini skema besaran pembagian antara provinsi, kabupaten penghasil, dan kabupaten/kota non penghasil didasarkan pada peraturan menteri keuangan (PMK) dan peraturan pemerintah (PP). Dari 100 persen royalti dan iuran diterima dibagi dua dulu: pemerintah pusat sebesar 20 persen dan Kalsel dapat jatah 80 persennya.
Dari 80 persen tersebut dibagi kembali, dengan rincian 16 persen untuk pemerintah provinsi dan 64 persen untuk pemerintah kabupaten dan kota. Serta 64 persen dari pembagian akan dipecah kembali dengan rincian 32 persen untuk masing-masing daerah penghasil dan 32 persen untuk seluruh daerah non penghasil.
Saat ini daerah di kalsel yang paling banyak menghasilkan adalah Kabupaten Balangan dan Tanah Bumbu. Sedangkan daerah non penghasil tambang yang turut menerima bagian yakni, Banjarmasin, Banjarbaru, Barito Kuala, Hulu Sungai Utara, dan Hulu Sungai Tengah.