Selasa, Oktober 7, 2025
spot_img

BERITA UNGGULAN

Sosok Malahayati, Laksamana Perempuan Pertama dari Tanah Rencong

Dia perempuan Keumala. Alam semesta restui. Lahir jaya berjiwa baja. Laksamana Malahayati. Perempuan ksatria negeri?”

Suarapemerintah- Familiar dengan lirik lagu di atas? Ya, lagu itu berjudul Malahayati karya Iwan Fals. Sesuai judulnya, lagu itu mengisahkan tentang seorang laksamana perempuan asal Aceh bernama Malahayati.

- Advertisement -

Dilansir dari kompas.com, Keumalahayati, nama lengkap Malahayati, merupakan keturunan keluarga bangsawan Aceh. Kakeknya, Laksamana Muhammad Said Syah, adalah putra dari Sultan Salahuddin yang memerintah Kesultanan Aceh Darussalam pada 1530-1539. Kakek dan ayah Malahayati berprofesi sebagai laksamana angkatan laut.

Sifat pemberani dan karakter pemimpin sang ayah dan kakek rupanya menurun kepada Malahayati. Meskipun seorang perempuan, ia ingin mengikuti jejak ayah dan kakeknya sebagai pelaut. Malahayati pun memilih untuk bersekolah di akademi angkatan bersenjata milik kasultanan bernama Mahad Baitul Maqdis.

- Advertisement -

Di akademi militer tersebut ia mendapat banyak ilmu kemiliteran dari para pengajarnya yang merupakan perwira dari Turki. Saat itu, Kasultanan Aceh Darussalam memang mendapatkan bantuan dari Kasultanan Turki Utsmani. Berkat bimbingan para perwira, Malahayati menjadi siswa berprestasi di akademi itu. Dirinya pun sempat ditunjuk menjadi komando protokol istana.

Di akademi militer itu pula Malahayati bertemu dengan jodohnya. Ia menikah dengan Tuanku Mahmuddin bin Said Al Latief.

Malahayati bersama suaminya berjuang bersama di perang yang berlangsung di perairan Selat Malaka. Saat itu, Tuanku Mahmuddin menjadi salah satu dari dua laksamana yang membantu pemimpin pasukan Kasultanan Aceh, Sultan Alauddin Riayat Syah Al-Mukammil.

Kasultanan Aceh berhasil memenangkan peperangan yang berlangsung sengit tersebut. Namun, suami Malahayati tewas dalam pertempuran itu. Dirinya pun berjanji akan meneruskan perjuangan sang suami dan balas dendam.

 

Memimpin pasukan wanita janda

Malahayati bertekad kuat untuk meneruskan perjuangan suaminya melawan pasukan Belanda dan Portugis. Mengawali perjuangannya, ia meminta persetujuan Sultan Al-Mukammil untuk membentuk pasukan yang terdiri dari prajurit wanita janda yang suaminya tewas dalam peperangan. Setelah mendapat persetujuan, Malahayati segera membentuk pasukan yang diberi nama Inong Balee.

Dalam Bahasa Aceh, Inong berarti perempuan sedangkan Balee artinya janda. Sebagai pemimpin, Malahayati rajin melatih para wanita janda tersebut untuk menjadi prajurit yang tangguh dan andal berperang.

Inong Balee banyak terlibat dalam pertempuran melawan Belanda dan Portugis di Selat Malaka serta di daerah pantai timur Sumatera dan Malaya. Meskipun seluruh prajuritnya perempuan, Inong Balee sangat tangkas dalam menyusun strategi dan melakukan perlawanan. Salah satu strategi yang digunakan oleh Inong Balee dalam melawan musuh adalah membangun benteng setinggi 100-meter dari permukaan laut.

Benteng tersebut memiliki lubang-lubang meriam yang mengarah ke pintu teluk. Malahayati sering menggunakan benteng ini sebagai tempat untuk menyusun kekuatan dan strategi perang. Selain benteng, Inong Balee juga memiliki pangkalan militer yang terletak di Teluk Lamreh Krueng Raya.

Malahayati memang begitu gigih ingin mengusir penjajah yang telah banyak merugikan Kasultanan. Kegigihannya akhirnya membuahkan hasil saat pasukan Inong Balee berhasil memukul mundur pasukan Belanda pada 1599.

Dalam pertempuran melawan pasukan Belanda tersebut, Malahayati melakukan aksi heroik dengan melawan langsung pemimpin pasukan lawan, Cornelis de Houtman. Laksamana perempuan ini berhasil membunuh Cornelis de Houtman di atas geladak kapal pada 11 September 1599. Menurut catatan sejarah, pria penjajah Belanda yang pertama kali menginjakkan kaki di Nusantara itu tewas setelah tertikam rencong Malahayati.

Kepiawaian Malahayati dalam melawan penjajah membuatnya dihormati oleh para pria. Bahkan, dirinya ditunjuk langsung oleh Sultan Al-Mukammil untuk menjadi laksamana pertamanya. Menjadikan Malahayati sebagai laksamana perempuan pertama di Indonesia. Ia membuktikan bahwa perempuan juga bisa menduduki posisi strategis di dunia perang yang didominasi oleh kaum pria.

Di bawah kepemimpinan Laksamana Malahayati, pasukan Aceh berhasil menangkap Laksamana Belanda, Jacob van Neck, dan membuat Belanda menyerah. Pangeran Belanda saat itu, Maurits van Oranje, mengirim utusan diplomatik beserta surat permintaan maaf kepada Kerajaan Aceh. Belanda pun setuju membayar denda 50 ribu gulden sebagai kompensasi atas tindakan Paulus van Caerden. Kesepakatan ini pun menghasilkan gencatan senjata antara kedua belah pihak.

Reputasi hebat Malahayati juga berhasil membuat Inggris takut melewati perairan Aceh. Akhirnya, Inggris memilih untuk masuk dengan jalan damai.

Malahayati terus setia melindungi perairan Aceh hingga akhir hayat. Ia tewas saat melawan pasukan Portugis di bawah pimpinan Alfonso de Castro di perairan Selat Malaka pada 1606.

Jasadnya dimakamkan di Desa Lamreh, Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar. Makamnya terletak di puncak bukit kecil sebelah utara desa Lamreh.

Pada 2017, Laksamana Malahayati memperoleh gelar Pahlawan Nasional dari Pemerintah Republik Indonesia (RI). Hal ini berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 115/TK/Tahun 2017 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.

 

 

- Advertisement -

Kirimkan Press Release berbagai aktivitas kegiatan Brand Anda ke email [email protected]

Artikel Terkait

Suara Hari Ini

Ikuti Kami

10,502FansSuka
392PengikutMengikuti
7PengikutMengikuti
2,910PelangganBerlangganan

Terbaru