SuaraPemerintah.IDÂ – Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengungkapkan bahwa tingginya harga beras di pasar domestik disebabkan oleh biaya produksi yang meningkat. Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan NFA, Rachmi Widiriani, menegaskan bahwa petani berhak mendapatkan keuntungan sejalan dengan biaya yang mereka keluarkan untuk menanam beras.
“Memang betul harga beras di dalam negeri saat ini tinggi, tapi memang biaya produksinya juga sudah tinggi, sehingga kalau kita runtut dari cost factor produksi beras di dalam negeri, kalau kita perhatikan memang tinggi, jadi petani juga berhak mendapatkan keuntungan,” kata Rachmi, di Bali, Jumat.
Rachmi menjelaskan bahwa petani saat ini menikmati keuntungan karena harga gabah yang dibeli melebihi Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Nilai Tukar Petani (NTP) untuk tanaman pangan juga menunjukkan tren positif, yang diharapkan akan memudahkan konsumen mendapatkan beras dengan harga terjangkau.
Baca juga :Â Bapanas Pastikan Bansos Beras Tepat Sasaran dengan Verifikasi Data Berjenjang
“Kalau benihnya bagus, nanti produktivitasnya meningkat, maka produksi satuan lahan itu juga meningkat, petani akan mendapatkan gen atau hasil dari penjualannya lebih bagus. Mungkin lama-lama kalau misalnya semakin luas lahan pertanian dengan perbaikan-perbaikan yang dilakukan, harga akan relatif menjadi stabil,” ujar Rachmi.
Namun, Rachmi menekankan pentingnya efisiensi dalam proses produksi melalui inovasi dan teknologi. Contohnya, penggunaan drone untuk penyebaran pupuk dapat menghemat biaya hingga 30% dibandingkan metode manual, serta memberikan hasil yang lebih merata di lahan yang luas.
Lebih lanjut, efisiensi seperti hal tersebut dapat dilaksanakan guna menghemat biaya produksi.
“Memang harus melakukan efisiensi. Jadi dengan efisiensi, produktivitas naik, petani akan mendapatkan dua keuntungan, harga bagus, kemudian penghasilan yang bagus, produksinya tinggi, lama-lama harganya akan stabil,” ujarnya.
Pada gelaran Indonesia International Rice Conference (IIRC), di Nusa Dua, Bali, Kamis (19/9), Bank Dunia (World Bank) menyebut bahwa harga beras Indonesia 20 persen lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN, namun kesejahteraan petani masih rendah.
Berdasarkan Survei Terpadu Pertanian 2021, kesejahteraan petani Indonesia masih di bawah rata-rata, bahkan pendapatannya kurang dari 1 dolar AS per hari atau senilai Rp15.207 dan setahun di bawah 341 dolar AS atau Rp5 juta.
Pendapatan ini, dinilai tidak sebanding dengan biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani. Oleh karenanya, masyarakat Indonesia disebut harus membayar harga beras yang tinggi.
Cek Artikel dan Berita yang lainnya di Google News


.webp)

















