Pantai Boom Banyuwangi kembali menjadi lautan manusia. Sebanyak 1.400 penari Gandrung menari serempak dalam pagelaran kolosal Gandrung Sewu 2025, yang tahun ini mengusung tema “Selendang Sang Gandrung.”
Tak sekadar pertunjukan budaya, acara ini menjadi bukti nyata bagaimana seni, masyarakat, pelaku usaha, dan birokrasi dapat berkolaborasi untuk membangun ekonomi daerah sekaligus memperkuat identitas nasional.
Acara ini turut dihadiri oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Rini Widyantini, yang menyampaikan apresiasi atas keberhasilan Banyuwangi dalam menghidupkan tradisi lokal menjadi penggerak ekonomi.
“Inilah refleksi betapa kuatnya sebuah sinergi ketika semua pihak bersatu. Pemerintah, masyarakat, seniman, dan pelaku usaha, bergerak bersama dengan semangat yang sama. Gandrung Sewu memberi pesan bahwa setiap keberhasilan besar selalu lahir dari kolaborasi dan kebersamaan yang tulus,” ungkap Rini, saat memberi sambutan.
Menurutnya, keberhasilan Banyuwangi menjadi contoh nyata penerapan reformasi birokrasi tematik — sebuah pendekatan birokrasi yang fokus menyelesaikan persoalan prioritas, seperti pengentasan kemiskinan, peningkatan investasi, hilirisasi industri, ketahanan pangan, pendidikan, dan layanan kesehatan.
Rini mengapresiasi Pemerintah Kabupaten Banyuwangi karena mampu mengimplementasikan reformasi birokrasi tematik secara tepat sasaran. “Gandrung Sewu menjadi langkah nyata birokrasi pemerintah untuk pengentasan kemiskinan, serta menarik investasi dengan pendekatan budaya,” ujar Rini.
Ia menambahkan bahwa pendekatan berbasis kearifan lokal menjadi strategi efektif dalam membangun kepercayaan publik terhadap pemerintah, karena menggabungkan nilai budaya, kreativitas, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Rini menambahkan bahwa Tari Gandrung, tarian khas Suku Osing yang telah ada sejak masa Kerajaan Blambangan, merupakan simbol rasa syukur masyarakat kepada Sang Pencipta setelah masa panen. Kini, Gandrung tak lagi sekadar ritual, tetapi telah menjadi warisan budaya Indonesia yang diakui dunia dan menjadi ikon pariwisata Banyuwangi. “Budaya yang diwariskan dengan cinta, dikelola dengan profesional, dan dipromosikan dengan semangat gotong royong, kini menjadi sumber kebanggaan dan kesejahteraan masyarakat,” pungkas Rini.
Sejak pertama kali digelar pada 2012, Festival Gandrung Sewu menjadi agenda tahunan yang dinanti wisatawan domestik maupun mancanegara. Tahun ini, ribuan penonton memadati kawasan Pantai Boom untuk menyaksikan keindahan kolaborasi antara birokrasi yang reformis dan seni tradisional yang dinamis.
Dengan semangat reformasi birokrasi tematik dan kekuatan budaya lokal, Banyuwangi berhasil menunjukkan bahwa seni bisa menjadi instrumen pembangunan, sementara birokrasi dapat menjadi ruang bagi kreativitas.
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani menegaskan bahwa Gandrung Sewu bukan hanya pertunjukan seni, melainkan etalase ekonomi rakyat.
“Gandrung Sewu merupakan strategi dalam meningkatkan pariwisata dan ekonomi melalui sanggar tari, hotel, homestay, kuliner, dan lain sebagainya,” tutup Ipuk.
Ia menjelaskan, pagelaran tahunan ini mampu menurunkan tingkat kemiskinan di Banyuwangi karena menciptakan efek ekonomi langsung bagi warga sekitar.
Dari para penari, pengrajin busana, hingga pelaku usaha kecil di sekitar lokasi, semuanya turut merasakan manfaat dari acara ini.
Cek Artikel dan Berita Lainnya di Google News


.webp)












