Satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menandai langkah besar dalam perjalanan digitalisasi birokrasi Indonesia. Salah satu pencapaian paling signifikan adalah hadirnya Sistem Penghubung Layanan Pemerintah (SPLP), inovasi yang dikembangkan oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) sebagai jembatan data nasional untuk mengintegrasikan layanan lintas instansi.
SPLP disebut sebagai “sistem saraf digital” pemerintahan, yang menghubungkan berbagai instansi dari pusat hingga daerah agar bergerak secara terkoordinasi dan efisien. Dengan adanya sistem ini, kolaborasi antar lembaga tidak lagi terbatas oleh sekat birokrasi maupun sistem data yang terpisah.
“Bayangkan tubuh manusia tanpa sistem saraf yang menghubungkan otak, jantung, paru-paru, dan organ lain. Setiap organ bisa saja berfungsi, tapi tanpa koordinasi, tubuh tidak dapat bekerja dengan selaras. SPLP hadir untuk menjadi jembatan yang menghubungkan data dan layanan berbagai instansi pemerintah,” jelas Mira.
Hingga kuartal ketiga 2025, sebanyak 435 instansi pusat dan daerah atau 59,58 persen dari total lembaga pemerintah telah terhubung melalui SPLP. Dari jumlah tersebut, 94 instansi sudah memiliki API aktif dengan volume transaksi data mencapai 58,7 juta kali sepanjang Januari hingga September 2025.
Dengan tingkat ketersediaan sistem mencapai 99,914 persen, SPLP kini menjadi fondasi utama interoperabilitas data nasional — memastikan setiap data yang dikirim antarinstansi berjalan cepat, aman, dan akurat.
Dari Banyuwangi untuk Indonesia
Salah satu contoh sukses penerapan SPLP terlihat di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Melalui sistem ini, data penerima bantuan sosial dapat terhubung otomatis antara Kemensos, Kemendagri, BKN, BPJS Ketenagakerjaan, dan Kementerian ATR/BPN.
Proses verifikasi yang sebelumnya memakan waktu beberapa hari kini dapat diselesaikan hanya dalam hitungan jam. Hingga saat ini, lebih dari 250 ribu warga Banyuwangi telah terdaftar dalam sistem digital perlindungan sosial tersebut.
Langkah ini dinilai mempercepat distribusi bantuan sosial yang lebih tepat sasaran, transparan, dan adil, sekaligus menjadi model transformasi pelayanan publik di daerah lain.
Wajah Baru Layanan Publik
Tak hanya di sektor sosial, SPLP juga menjadi fondasi utama bagi Mall Pelayanan Publik Digital Nasional (MPPDN) — platform terpadu yang memungkinkan masyarakat mengakses berbagai layanan pemerintah tanpa perlu berpindah aplikasi.
Dengan sistem integrasi SPLP, data antarinstansi diperbarui secara otomatis dari sumber aslinya, sehingga masyarakat tidak perlu berulang kali mengunggah dokumen atau mengisi data yang sama.
Model ini mendukung visi pemerintahan Prabowo–Gibran dalam agenda Asta Cita poin 2, yaitu memperkuat reformasi birokrasi dan digitalisasi layanan publik agar lebih cepat, efisien, dan berorientasi pada kebutuhan rakyat.
Menuju Pemerintahan yang Terhubung
Lebih dari sekadar proyek teknologi, SPLP mencerminkan wajah baru birokrasi Indonesia — terintegrasi, terbuka, dan saling terhubung. Pemerintah menegaskan bahwa transformasi digital bukan hanya adopsi sistem baru, tetapi perubahan cara kerja menuju birokrasi yang profesional, kolaboratif, dan berorientasi hasil.
“SPLP adalah ekosistem hidup. Ia hanya sekuat instansi yang terhubung di dalamnya. Karena itu, keandalan dan keamanan data menjadi tanggung jawab bersama seluruh lembaga pemerintah,” jelasnya.
Dengan capaian ini, setahun pemerintahan Prabowo–Gibran memperlihatkan arah yang jelas menuju pemerintahan digital yang inklusif, berdaulat, dan terpercaya. SPLP kini menjadi denyut nadi pelayanan publik nasional, menghadirkan layanan yang lebih cepat, efisien, dan mudah diakses oleh seluruh rakyat Indonesia.
Cek Artikel dan Berita Lainnya di Google News