SuaraPemerintah.ID – Pemerintah memproyeksikan penerimaan pajak tahun 2022 ini akan mencapai Rp1.450 triliun sampai Rp1.485 triliun. Angka itu melampaui target penerimaan pajak yang dipatok pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2022 sebesar Rp 1.265 triliun.
“Untuk penerimaan pajak hingga akhir tahun ini kami perkirakan bisa Rp1.450 triliun hingga Rp1.485 triliun,” kata Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ihsan Priyawibawa, dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (27/05).
Proyeksi penerimaan pajak tersebut akan ditopang oleh kenaikan harga komoditas unggulan Indonesia di pasar global, baik dari sisi industri maupun pertanian.
Adapun salah satu komoditas unggulan Indonesia adalah minyak sawit mentah atau CPO. Per akhir April 2022, pertumbuhan sektor perkebunan kelapa sawit sebesar 140 persen dan industrinya tumbuh lebih dari 600 persen.
“Penerimaan pajak CPO sangat membantu penerimaan kami sampai April ini,” ujar Ihsan.
Selain itu, kata dia, tarif PPN yang naik menjadi 11 persen per April diperkirakan bakal turut mendorong penerimaan pajak dengan potensi penambahan Rp45 triliun sampai Rp50 triliun penerimaan PPN.
“PPN tahun lalu Rp500 triliun sampai Rp600 triliun. Kalau baseline-nya tidak berubah, akan bertambah 10 persen dikali sembilan bulan. Jadi potensinya sekitar Rp45 triliun sampai Rp50 triliun, karena cuma sembilan bulan,” ujar Ihsan.
Per 26 Mei 2022, penerimaan pajak telah mencapai Rp679,99 triliun. Artinya, angka tersebut sudah mencapai 53,04 persen dari target APBN tahun ini yang dipatok sebesar Rp1.265 triliun.
Sementara penerimaan pajak sebesar Rp679,99 triliun tersebut meliputi PPh Non Migas Rp 416,48 triliun, PPh Migas Rp36,03 triliun, PPN dan PPnBM Rp224,27 triliun serta PBB dan pajak lainnya Rp3,21 triliun.
Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kementerian Keuangan Yon Arsal menyatakan, pertumbuhan penerimaan pajak dipengaruhi sedikitnya oleh empat faktor. Empat faktor itu adalah kenaikan harga komoditas, pertumbuhan ekonomi yang ekspansif dan basis pajak yang rendah serta implementasi kebijakan Program Pengungkapan Sukarela.
Khusus untuk penerimaan pajak yang tinggi di bulan April, menurut Yon, disebabkan oleh PPh Badan Tahunan sejalan dengan jatuh tempo penyampaian SPT PPh Badan. Transaksi ekonomi yang meningkat menjelang Ramadhan dan Idul Fitri juga mendorong kenaikan tersebut. Penyebab lainnya adalah pergeseran sebagian PPh 21 atas THR ke bulan April.