Suarapemerintah.id – Pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama pandemi Covid-19 menuntu para guru untuk lebih kreatif dan inovatif. Sehubungan itu, pemanfaatan Alat Peraga Edukatif (APE) dipandang penting, terlebih dalam pembelajaran anak usia dini yang cenderung suka dengan permainan atau kegiatan menarik.
Sehubungan itu, Kemenag melatih para guru Raudlatul Athfal untuk memanfaatkan dan mengoptimalkan APE yang bersumber dari lingkungan sekitar. “Dengan APE yang kreatif, anak-anak akan merasa senang dan betah untuk belajar ataupun berada di kelas serta akan meningkatkan minat anak untuk selalu berangkat ke madrasah,” terang Early Childhood Care and Development (ECCD) Specialist Save the Children, Yoan Ida Ringu Paubun, Rabu (30/09).
Hal tersebut disampaikan Yoan saat menjadi narasumber dalam pelatihan Pengembangan Kapasitas Guru RA yang digelar secara daring oleh Ditjen Pendidikan Islam Kemenag.
Yoan menerangkan bahwa pengelolaan APE berkaitan erat dengan keterampilan guru dalam mengelola sumber belajar. APE dikembangkan dengan tujuan agar anak-anak lebih memahami materi ajar atau menyerap ilmu dengan mudah dan dengan cara yang menarik.
“Tingkat keberhasilan pembelajaran dengan menggunakan APE lebih tinggi dibandingkan dengan metode berceramah atau pengajaran satu arah,” katanya.
Menurut Yoan, tujuan utama dari penggunaan APE adalah mempermudah guru dalam mengajar/ memfasilitasi pembelajaran dan mempermudah anak dalam memahami pembelajaran. Yoan mengakui bahwa saat membuat APE, guru terkadang menemui kendala, utamanya dalam pengumpulan alat dan bahan. Namun, hal tersebut bisa disiasati dengan cara menggunakan bahan bekas atau bahan daur ulang (recycle things) yang ada di sekitar anak.
“Dengan demikian, diharapkan guru tidak menemui batasan dalam berkarya untuk menciptakan Alat Peraga yang Edukatif,” terangnya.
Selain pengembangan APE, guru RA juga dilatih pendekatan ELM (Emegergent Literacy and Math / Keaksaraan dan Matematika Awal). Menurut Yoan, pendekatan ini sudah dilakukan oleh Save the Children di dunia, termasuk di Indonesia.
Yoan menjelaskan, 90% otak anak berkembang secara optimal di bawah usia lima tahun atau yang biasa disebut dengan istilah Golden Age atau Usia Emas. Pendekatan ELM ini dimaksudkan agar anak menjadi melek huruf dan melek angka di usia dini.
“Pembelajaran calistung (membaca, menulis, dan berhitung) dilakukan melalui perilaku yang sederhana, yaitu dengan mengamati dan berpartisipasi pada aktivitas yang berkaitan dengan literasi dan numerasi,” jelasnya.
Dalam pendekatan ELM, aspek perkembangan yang paling menonjol adalah bahasa dan kognitif. Namun tidak berarti aspek lainnya, seperti Sosio Emosional, Fisik Motorik, NAM, dan Seni, tidak dikembangkan. “Ini sangat tergantung dari bagaimana cara guru meramu KD (Kompetensi Dasar) dan aspek perkembangan yang ingin dicapai berdasarkan tema, sub tema, ataupun APE yang digunakan,” jelasnya.
Kasubdit Bina GTK RA, Siti Sakdiyah, mengatakan bahwa mayoritas RA di Jakarta sudah menggunakan APE dalam pembelajarannya. Namun terkadang tidak mengetahui kebermaknaan APE tersebut dari beberapa aspek pembelajaran.
“APE sangat penting dan menjadi jembatan komunikasi visual yang paling mudah ditangkap oleh anak-anak dan akan diingat selalu sampai kapanpun,” ujar Sakdiyah.
Menurut Sakdiyah, perlu ide kreatif guru dalam menggunakan APE. Bahan tidak harus mahal, bahkan dapat menggunakan barang bekas. Hal terpenting, pembelajaran yang dijelaskan bisa tersampaikan ke siswa minimal dari tiga sisi yaitu literasi, numerasi, dan sains. “Jika perlu dengan menambahkan nilai-nilai ketauhidan sehingga bisa terinternalisasi sejak dini,” pungkasnya.