Suarapemerintah.id – Komisi III DPR RI memberikan apresiasi atas terobosan yang telah dilakukan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Nusa Tenggara Timur (NTT) yang telah memberikan efek jera bagi para pencuri ternak di sana. Pencuri ternak itu dianalogikan sama dengan korupsi, karena sama-sama menyusahkan rakyat, dan layak untuk dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Nusakambangan.
Cerita bermula pada kasus pencurian ternak yang dilakukan oleh tiga orang di Pulau Sumba. Singkat cerita, ketiga orang tersebut kemudian dihukum dan menghuni Lapas Waikabubak. Selanjutnya, Gubernur NTT meminta kepada Direktur Jenderal (Dirjen) Pemasyarakatan untuk melakukan pemindahan ketiga terpidana tersebut ke Lapas Nusakambangan pada Juli 2020, dengan semua biaya ditanggung sepenuhnya oleh pihak Pemerintah Provinsi NTT.
Kepala Kanwil Kemenkumham NTT, Marciana Dominika Jone, mengatakan sejak adanya pemindahan tersebut, ampuh menimbulkan efek jera bagi masyarakat di sana. Tingkat kasus pencurian ternak diklaim mulai berkurang dan menurun. “Pemindahan napi ini dilakukan karena praktik pencurian ternak ini marak terjadi di Pulau Sumba, sangat meresahkan dan merugikan masyarakat setempat, (karena beternak) sebagai sumber pendapatan ekonomi,” jelasnya.
Selain kasus pencurian ternak, Marciana mengungkapkan bahwa pihaknya juga telah mewacanakan soal pemindahan narapidana kasus pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak yang sangat tinggi terjadi di NTT.
Atas terobosan tersebut, Anggota Komisi III DPR RI dari F.PDI-P, Herman Herry mengatakan agar seluruh pencuri ternak dipindahkan ke Lapas Nusakambangan. “Karena ini sama dengan penyakit yang berkembang di masyarakat,” ujar Herman yang menjadi Ketua Tim Komisi III DPR RI saat melakukan Kunjungan Kerja (Kunker) ke Kanwil Kemenkumham NTT, Senin (26/10/2020).
Bagi Herman, langkah yang diambil oleh Kanwil Kemenkumham NTT didalam menangani penyakit masyarakat NTT yang tidak kunjung sembuh ini merupakan suatu terobosan yang luar biasa. “Agar juga menimbulkan efek jera, kasus pencurian ternak ini sama seperti kasus korupsi, sama-sama menyusahkan rakyat,” katanya. “Saya akan sampaikan kepada Menteri Hukum dan HAM dan Dirjen Pemasyarakatan agar inspirasi tersebut harus dijadikan semacam terobosan, khususnya untuk NTT,” tambahnya.
Selain itu, Marciana mengatakan saat ini jumlah tenaga medis yang dimiliki Kanwil Kemenkumham NTT sangat minim. Marciana juga meminta dukungan Komisi III DPR mengenai rencana pembangunan balai pemasyarakatan (bapas) yang terletak di Kabupaten Ende. Pembangunan bapas tersebut ditujukan untuk memberikan pelayanan kepada lapas dan rumah tahanan negara (rutan), khususnya bagi para klien pemasyarakatan yang berada di wilayah daratan Pulau Flores.
Menanggapi rencana itu, Ary Egahni Ben Bahat dari F.Nasdem menyampaikan dukungan dan akan memperjuangkan masalah kekurangan tenaga medis, terutama dokter, di lapas dan rutan, karena hal itu merupakan masalah krusial. “(Rencana) pembangunan Bapas Ende, saya rasa strategis dalam hubungannya dengan tingkat tindak pidana kekerasan dan pelecehan seksual pada perempuan dan anak yang sangat tinggi di wilayah NTT,” jelasnya di Aula Kanwil Kemenkumham NTT.
Provinsi NTT merupakan kunker terakhir yang dikunjungi Komisi III DPR RI pada Masa Reses Persidangan I Tahun Sidang 2020-2021. Sebelumnya, Komisi III DPR RI telah melakukan kunker ke Kalimantan Selatan dan Jawa Timur. Kunker kali ini diikuti oleh sembilan orang Anggota Komisi III DPR RI.
Kegiatan ini juga dihadiri oleh Ketua Pengadilan Tinggi, Ketua Pengadilan Agama, Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara, dan Ketua Pengadilan Militer Provinsi NTT.