SuaraPemerintah.ID –Â Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad, Yudi Nurul Ihsan mengatakan, Indonesia mempunyai peluang besar menjadi negara penghasil udang di dunia. Ditambah udang memiliki nilai cukup tinggi dan menjadi primadona bagi negara-negara lain.
Untuk itu, dia menyampaikan, kebutuhan udang di beberapa negara maju seperti Jepang, China, Amerika Serikat, dan Eropa kian terus meningkat. Di mana pertumbuhan penambahan konsumsi dari negara-negara maju tersebut mencapai 4 sampai 6 persen per tahun.
“Ini saya kira menjadi kesempatan yang buat kita sehingga kita bisa menjadi produsen untuk kebutuhan udang-udang dunia,” tuturnya di diskusi Terobosan Kuasai Pasar Udang Dunia, Rabu (2/9/21).
Saat ini, penghasilan udang Indonesia ke China masih relatif kecil. Akan tetapi tidak menutup peluang, ke depan produk ini bakalan tumbuh dan menjadi pemain besar di dunia.
“Harus menjadi target bahwa ke depan udang dari kita yang harus menjadi utama dan kebutuhannya. Ke depan terus akan besar dan ini adalah peluang yang cukup besar buat kita,” terangnya.
Pemerintah kini tengah mengejar target pemenuhan ekspor 2 juta ton pada 2024. Komitmen itu ditunjukan melalui beberapa upaya dan program mulai dari revitalisasi tambak hingga pengembangan shrimp estate.
“Kalau saya boleh berpendapat 250 persen pertumbuhan udang itu mungkin bukan hanya sekedar tujuan akhir. Tetapi itu menjadi semacam jalan atau menjadi semacam rel untuk menuju visi Indonesia emas tahun 2045,” jelasnya.
Selanjutnya, pandemi Covid-19 sebagai penyebab utama disrupsi perdagangan dunia saat ini, tidak terkecuali perdagangan produk perikanan dimana total nilai ekspor produk perikanan global mencapai USD152 miliar atau turun 7 persen dibanding 2019.
Namun, di saat seluruh eksportir utama produk perikanan juga mengalami penurunan nilai ekspor, kabar baiknya ekspor produk perikanan Indonesia justru mengalami peningkatan dan Indonesia naik 2 peringkat menjadi berada di posisi 8 sebagai eksportir utama produk perikanan dunia tahun 2020.
Berdasarkan data dari ITC Trademap, nilai ekspor produk perikanan Indonesia tahun 2020 mencapai USD5,2 miliar atau tumbuh positif 5,7 persen dibandingkan tahun 2019. Berbanding terbalik dengan Indonesia, sebagian besar negara eksportir utama produk perikanan dunia mengalami penurunan cukup siginifikan dibanding 2019, seperti Tiongkok turun 7,8 persen, Norwegia turun 7,5 persen, Vietnam turun 2,1 persen, India turun 15,1 persen, Thailand turun 2,2 persen, dan Ekuador turun 1,5 persen.
Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Artati Widiarti mengatakan, peningkatan peringkat eksportir Indonesia ini merupakan prestasi luar biasa hasil kolaborasi intensif antara eksportir, pemerintah dan seluruh stakeholders yang terlibat.
“Indonesia yang memiliki sumber daya perikanan melimpah telah bergerak untuk menyuplai produk perikanan bergizi yang sangat diperlukan masyarakat global di masa pandemi Covid-19. Kenaikan peringkat Indonesia sebagai eksportir utama dunia merupakan kerja keras antara eksportir, pemerintah dan seluruh stakeholders yang terlibat yang secara bersama-sama saling bahu membahu untuk bangkit dimasa pandemi ini,” tutur Artati saat menyampaikan perkembangan ekspor produk perikanan Indonesia, Jakarta (15/8/21).
Dalam waktu yang sama, dia menerangkan, Amerika Serikat, Jepang dan Tiongkok masih menjadi sasaran utama ekspor produk perikanan dunia dengan rata-rata nilai ekspor tahun 2016-2020 masing-masing sebesar USD23,08 miliar, USD15,26 miliar dan USD13,80 miliar.
Dalam kurun waktu tersebut, trend impor Amerika Serikat dan Tiongkok cenderung positif dengan peningkatan masing-masing sebesar 2,5 persen dan 15,5 persen, sedangkan impor Jepang mengalami penurunan sebesar 1,4 persen. Lebih lanjut, pangsa pasar produk perikanan Indonesia di ketiga pasar utama dimaksud mengalami peningkatan 4,6 persen, 1,3 persen dan 6,2 persen.
Jika dilihat berdasarkan komoditasnya berdasarkan data ITC Trademap, Udang masih menjadi komoditas unggulan disusul Tuna – Cakalang (TCT) dan Cumi – Sotong – Gurita (CSG), Rajungan – Kepiting dan Rumput Laut.
Selama tahun 2020, nilai ekspor Udang Indonesia mencapai USD2,04 miliar atau 8,8 persen terhadap nilai impor total Udang dunia. Sedangkan, TCT sebesar USD724 juta (5,0 persen), CSG sebesar USD509 juta (6,0 persen), Rajungan – Kepiting sebesar USD368 juta (6,8 persen) dan Rumput Laut sebesar USD280 juta (11,4 persen).
Direktur Pemasaran, Ditjen PDSPKP KKP, Machmud mengungkapkan, kinerja tersebut merujuk data sementara Badan Pusat Statistik (BPS) 480 kode HS 8 digit produk perikanan.
“Secara kumulatif periode Januari–Juni 2021, nilai ekspor produk perikanan mencapai USD2,6 miliar atau naik 7,3% dibanding periode yang sama tahun 2020 dengan surplus neraca perdagangan sebesar USD2,3 miliar atau naik 6,4% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Sedangkan hingga akhir tahun ini, nilai ekspor produk perikanan ditargetkan USD6,05 miliar. Sehingga Juni ini telah tercapai 43 persen dari target tahun ini,” jelas Machmud.
Ia mengatakan, nilai ekspor produk perikanan pada bulan Juni 2021 mencapai USD464,2 juta atau naik 24,3 persen dibanding Mei 2021. Angka ini juga meningkat 17,7 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
“Ini menunjukkan bahwa sektor kelautan dan perikanan bisa menjadi pengungkit ekonomi sekaligus peluang di masa pandemi,” lanjut dia.
Adapun negara tujuan ekspor komoditas perikanan di antaranya Amerika Serikat (AS) yang membukukan transaksi sebesar USD1,1 miliar atau 44,4 persen dari total nilai ekspor. Disusul Tiongkok sebesar USD382,9 juta atau 14,8 persen dari nilai ekspor total dan Jepang sebesar USD278,9 juta (10,8 persen). Kemudian negara-negara ASEAN sebesar USD270,1 juta (10,4 persen), Uni Eropa sebesar USD132,0 juta (5,1 persen), dan Australia sebesar USD55,2 juta (2,1 persen).
“Dari data ini juga terlihat bahwa produk-produk kita diburu oleh negara-negara maju,” terangya.
Machmud membeberkan, udang menjadi komoditas ekspor utama Indonesia. Nilai ekspor komoditas ini mencapai USD1 miliar atau 40,1 persen terhadap total nilai ekspor. Kemudian Tuna – Cakalang – Tongkol sebesar USD334,7 juta (12,9 persen), Cumi – Sotong – Gurita sebesar USD268,6 juta (10,4 persen), Rajungan – Kepiting sebesar USD256,6 juta (9,9 persen), Rumput Laut sebesar USD144,6 juta (5,6 persen) dan Layur sebesar USD44,2 juta (1,7 persen).
“Udang termasuk sebagai program prioritas Menteri Trenggono dan Presiden Jokowi. Jadi ini sudah tepat mengingat permintaan dunia yang tinggi,” kata Machmud.
Lanjutnya, bahwa keaktifan KKP melalui Ditjen PDSPKP dalam berbagai perundingan penurunan hambatan tarif dan non tarif dalam forum bilateral, regional maupun multilateral menjadi salah satu upaya dalam mendorong peningkatan ekspor produk perikanan.
“Berbagai perundingan diantaranya cross cutting issues Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA), ketentuan Marine Mammal Protection Act (MMPA) Komoditas Tuna dan Rajungan, Joint Feasibility Study Group (JFSG) Free Trade Agreement dan sebagainya,” katanya.
Upaya lainnya, tambah Machmud, memperkuat branding produk perikanan Indonesia di pasar global dengan tagline “Indonesia Seafood: Naturally, Diverse, Safe and Sustainable”.
“Branding produk ini yang kita bawa dalam berbagai promosi produk perikanan di pasar luar negeri seperti Eastfood Indonesia Expo-Virtual Seafood Show 2021, World Expo 2020 Dubai,” terang Machmud.
Sementara itu, Produk Domestik Bruto (PDB) Perikanan di triwulan kedua 2021 melonjak hingga 9,69 persen. Kontribusi PDB Perikanan pada perekonomian nasional pada triwulan kedua 2021 sebesar Rp118 triliun, naik dari triwulan sebelumnya Rp109 triliun. Kenaikan ini menandakan sektor perikanan menggeliat meski pandemi Covid-19 belum berakhir.