SuaraPemerintah.ID-Menyusuri jalan setapak, sepanjang 13 km dari Polsek Muara Gembong menuju kantor Kepala Desa Pantai Bahagia terbilang melelahkan. Jalan setapak dipinggiran Sungai Citarum, hanya mampu dilalui kendaraan roda dua. Beruntung kondisi cerah dan tidak hujan, sehingga tidak tergelincir.
Sebelumnya, waktu perjalanan dari kantor Wali Kota Bekasi, Jawa Barat menuju Polsek Muara Gembong ditempuh dengan waktu 2,5 jam, melewati Kecamatan Cabangbungin. Pasca-lalui kawasan Cabangbungin ke Kecamatan Muara Gembong dijumpai jalanan rusak parah, aspal hancur, jalanan tanah dan bergelombang. Infrastruktur jalan tidak mendukung.
Rasa penasaran membuncah tak menghalangi tim ekspedisi surut melangkah. Lutung Jawa bagai ikon, menghipnotis tim ekspedisi sambangi Muara Gembong. Meski letak geografis katagori terisolir, tekad menelisik satwa endemik Lutung Jawa tepiskan kegusaran. Lutung Jawa bukan sebuah dongeng atau legenda rakyat Lutung Kasarung.
Dikisahkan dalam legenda, Raden Kamandaka putra mahkota Kerajaan Pajajaran yang menyamar dan menjelma Lutung Kasarung, demi cintanya pada Dewi Ciptoroso putri bungsu Adipatih Pasir Luhur. Setelah mengalami beragam tantangan dan penyamaran mereka berdua dipersatukan dalam mahligai cinta kasih. Berakhirlah penyamaran Lutung Kasarung putra mahkota Kerajaan Pajajaran, di Jawa Barat.
Jejak satwa endemik Lutung Jawa menginspirasi tim adventure. Dipandu Aiptu Sugeng, selaku Kepala Sentra Pelayanan Kepolisian (KSPK) Polsek Muara Gembong, Deni Bo Kaur Trantib Desa Pantai Bahagia, dan Surlim alias Freddy selaku Ketua Pokdarwis Desa Pantai Bahagia. Dari dermaga depan kantor Desa Pantai Bahagia, melenggang bersama speedboat melaju ke pesisir Muara Bendera, habitat Lutung Jawa hidup bersama komunitasnya.
“Jarak dari kantor Desa Pantai Bahagia menuju ke Muara Bendera sekitar 2.5 km,” tukas Deni Bo.
Tampak lalu lalang perahu nelayan melintas di sepanjang muara. Para nelayan sibuk tambatkan perahu, ada pula yang sibuk mempersiapkan melaut. Sepanjang kanan & kiri sungai hingga mendekati muara, perahu-perahu mungil itu meliuk lincah diterpa gelombang pesisir.
Perahu speedboat pun meliuk memutar ke kanan. Spanduk 50 cm x 100 cm bertuliskan Selamat Datang di Kawasan Satwa Endemik Lutung Jawa Muara Gembong tertancap di kedua kakinya dan berbingkai bambu. Sedang di sebelah kanan Selamat Datang di Muara Bendera, Kecamatam Muara Gembong, rancangan dari Dishub Kabupaten Bekasi Seksi Angkutan Laut dan Pelabuhan. Ukiran tulisan putih kombinasi warna biru tampak lebih elegan.
Di bagian tengahnya, dermaga darurat terbuat dari lonjongan bambu, memanjang hingga ke samping gubuk tempat tinggal Daman, sang relawan penjaga satwa langka Lutung Jawa. Kondisi dermaga sangat tidak layak. Jika tidak berhati-hati bakal terjerembab dan bersiap-siap berenang, mencicipi asinnya air pesisir Muara Bendera.
“Subhannallah, masak jalan menuju tempat Lutung Jawa satwa langka dan dilindungi pemerintah, kondisinya mengenaskan. Ini benar-benar tidak layak. Bagaimana jika ada gelombang pasang, mungkin ambruk, benar-benar Pemda Kabupaten Bekasi tidak perduli melestarikan habitat Lutung Jawa yang tinggal bergerombol di hutan mangrove Muara Bendera, kasihan Lutung Jawa ini,” gerutu seorang tim.
Tim ekspedisi disongsong Daman, sang relawan penjaga habitat Lutung Jawa di hutan mangrove ini. Belum tumbuhnya rasa empati dan perdulinya Pemerintah Kabupaten Bekasi dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat sampai saat ini, membuat populasi Lutung Jawa makin menyusut habitatnya.
Untuk menjaga habitat lutung Jawa dipasang papan dilarang berburu. Namun demikian, masih saja para pemburu liar mencoba mengelabui Daman. “Mereka mencoba menerobos untuk bisa memburu Lutung Jawa, entah dengan caranya, meski mereka juga tahu telah dilarang sekalipun oleh pemerintah,”sesal Daman sembari menghela nafas.
Payung hukum memagari habitat Lutung Jawa agar tidak mengalami kepunahan pun dirancang. Hukum dan Perundang-undangan Lutung Jawa (trachypithecus auratus) merupakan satwa yang dilindungi oleh negara dengan keputusan Menteri Kehutanan & Perkebunan Nomor 733/Kpts-11/1999. Perburuan liar bakal dikenakan sanksi pidana kurungan penjara paling lama 10 tahun dan denda Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah).
Secara eksplisit diperkuat dengan UU No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Lutung Jawa berekor panjang (trachypithecus auratus mauritius) salah satu satwa dikatagorikan terancam punah & dilindungi undang-undang. Karena populasinya mengalami penurunan & eksistensinya di alam bebas terancam punah.
Sejarah mencatat, dekade tahun 1985 habitat Lutung Jawa banyak menghuni hutan mangrove di wilayah pesisir Muara Gembong. Lutung Jawa dapat dijumpai di Jawa Timur, Bali, Lombok, dan Pulau Sempu, hanya sedikit bisa dijumpai di kawasan Banten dan Jawa Barat. Umumnya mereka hidup berkelompok, terdiri sekitar 30 ekor.
Kelompok-kelompok ini biasa dijumpai pada pagi dan sore hari berkeliaran mencari makan di hutan mangrove. Selain buah mangrove yang dijadikan sumber makanan, kepiting pun menjadi salah satu menu makanan kesukaannya.
Untuk berburu kepiting satwa Lutung Jawa ini menggunakan ekornya. Dengan cara menjulurkan ekornya yang panjang sebagai alat pancingnya. Apabila kepiting sudah menjepit ekor Lutung Jawa dan sang Lutung menjerit. Sejurus kemudian kepiting hasil buruannya dibanting ke pohon bakau. Kemudian, kepiting yang telah mati siap disantap sang Lutung yang telah bersusah payah memburunya.
Pohon-pohon mangrove di kawasan Muara Bendera dijadikan sarang atau tempat tinggal, dari melahirkan anaknya, merawat, bermain, dan melangsungkan kehidupannya. Di atas lahan 25 hektar di kawasan Kadus III RT 01 RW 06 Kampung Muara Bendera, Desa Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat satwa endemik Lutung Jawa ini berinteraksi dengan alam pesisir. Tak pelak saat air laut pasang, mereka pun sigap tatkala pepohonan mangrove pun sebagian terendam.
Menurunnya populasi Lutung Jawa di pesisir Muara Bendera, selain tidak perdulinya warga dan nelayan sekitar serta Pemkab Bekasi terhadap kelestarian ekosistem dan habitatnya, juga karena faktor maraknya perburuan liar, didominasi para pemburu dari Jakarta. ”Para pemburu liar itu kebanyakan datang dari Jakarta, malah pernah ada ketika kepergok beralasan berburu burung padahal memburu Lutung Jawa,”jelas Daman kesal.
Kawasan Muara Gembong menyisakan ironi pelik ketika Sungai Citarum meluap dan air laut pasang. Banjir pun merendam berminggu-minggu kawasan pemukiman. Bahkan abrasi laut pun terjadi di sebagian pesisir Muara Gembong tak mampu dibendung. Sepenggal kisah klasik Desa Pantai Bahagia tergolong terisolir. Sarana transportasi perahu sangat vital dan dominan, tatkala hujan mengguyur pemukiman. Jalan setapak menuju Kecamatan Muara Gembong tak bisa dilalui. Perahu-perahu tradisional milik penduduk yang ditambatkan dipinggiran Sungai Citarum satu-satunya solusi untuk bepergian seperti dilansir dari infra7.id.
Sepenggal kemolekan Muara Gembong menawarkan nuansa pedesaan dan ikon Lutung Jawanya. Di samping kawasan pesisir didominasi kaum nelayan. Sebuah nuansa berbingkai naturalisme. Di tengah geliat pembangunan Kabupaten Bekasi, sesungguhnya Kecamatan Muara Gembong masih belum seutuhnya tersentuh pembagian kue pembangunan. Jika tidak dikatakan setengah hati dan diskriminasi. “Yang jelas kami memgharap perhatian dari pemerintah,”urai Maman Suparman selaku Kepala Desa Pantai Bahagia.
Dalam perspektif menjadikan Muara Gembong basis dan ikon Lutung Jawa di kawasan Pulau Jawa. Pentingnya intervensi pemerintah daerah, khususnya Kabupaten Bekasi dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, berkedudukan di Bandung segera terjunkan tim dan observasi demi kelestarian satwa endemik yang terancam punah.
Jika kawasan Muara Gembong dikelola dengan proporsional dan profesional sebagai ajang wisata hutan mangrove dan satwa langka Lutung Jawa bukan mustahil kawasan Muara Gembong yang masih terisolir dan miskin berubah drastis. Lazimnya lokasi wisata, biasanya berdampak positif tingkat pendapatan perkapita penduduk di sekitarnya. Perlunya pemimpin bertangan dingin, siap blusukan dan empati terhadap lingkungan.