Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan mantan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri), Isdianto, terkait larangan bagi mantan gubernur untuk mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Keputusan ini disampaikan dalam sidang putusan perkara nomor 71/PUU-XXII/2024 yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/8).
Dalam gugatannya, Isdianto meminta MK untuk mengubah ketentuan yang melarang mantan gubernur, yang hanya menjabat selama 2,5 tahun, untuk menjadi calon Wakil Gubernur. Namun, MK menyatakan permohonan tersebut tidak dapat diterima karena dianggap tidak jelas atau kabur.
“Permohonan tidak dapat diterima,” kata Ketua MK Suhartoyo.
Selain itu, MK juga menolak gugatan serupa dalam perkara nomor 73/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh John Gunung Hutapea, Deny Panjaitan, Saibun Kasmadi Sirait, dan Elvis Sitorus. MK berpendapat bahwa para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum yang sah untuk mengajukan permohonan tersebut.
Selain itu, Hakim Konstitusi Saldi Isra mengayakan Mahkamah juga berpendapat larangan mantan gubernur menjadi cawagub juga tidak dapat dikatakan menghalangi keinginan seseorang untuk berpartisipasi dalam pilkada.
“Para pemohon seharusnya berupaya mencari calon wakil kepala daerah yang tidak terhambat oleh ketentuan norma Pasal 7 UU Pilkada,” ujar Saldi.
Selain itu MK telah memutus belasan perkara terkait gugatan pasal-pasal dalam Undang-Undang Pilkada pada Selasa (21/8).
Beberapa di antaranya yakni putusan nomor 60/PUU-XXII/2024 terkait ambang batas pencalonan kepala daerah (cakada). Lalu, putusan 70/PUU-XXII/2024 mengenai ketentuan syarat usia minimum cakada dan aturan kampanye di kampus.
Berikut poin-poin Putusan MK yang mengubah syarat Pilkada
Syarat usia minimum cakada
Melalui putusan 70/PUU-XXII/2024, MK menginginkan ketentuan syarat usia minimum 30 terhitung saat penetapan cakada. Putusan MK ini berbeda dengan putusan Mahakamah Agung (MA) beberapa waktu lalu yang ingin syarat minimal usia tersebut dihitung saat pelantikan.
“Berkenaan dengan ini, penting bagi Mahkamah menegaskan titik atau batas untuk menentukan usia minimum dimaksud dilakukan pada proses pencalonan yang bermuara pada penetapan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah,” kata Hakim Saldi Isra.
Dalam putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024, MK memutuskan partai atau gabungan partai politik peserta Pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD.
Syarat partai bisa usung cakada
Parpol atau gabungan parpol dapat mendaftarkan cagub-cawagub dengan perolehan suara sah minimal 10 persen di Pemilu DPRD pada provinsi dengan DPT hingga 2 juta.
DPT dengan 2 hingga 6 juta minimal 8,5 persen. Lalu DPT dengan 6-12 juta minimal 7,5 persen. Serta DPT di atas 12 juta paling sedikit memperoleh 6,5 persen suara sah.
Sedangkan untuk pemilihan bupati/wali kota beserta wakilnya, parpol atau gabungan parpol dapat mendaftar dengan perolehan suara sah minimal 10 persen di Pemilu DPRD pada provinsi dengan DPT lebih dari 250 ribu jiwa.
Kemudian DPT dengan 250-500 ribu minimal 8,5 persen. Lalu DPT dengan 500 ribu hingga sejuta minimal 7,5 persen. Serta DPT di atas satu juta jiwa paling sedikit memperoleh 6,5 persen suara sah.
Boleh kampanye Pilkada di kampus
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan seluruh permohon dua mahasiswa terkait pengujian materi Pasal 69 UU Pilkada tentang aturan larangan kampanye Pilkada di kampus dalam beleid tersebut.
“Mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan putusan uji materi tersebut, Selasa (20/8).
Menurut Mahkamah, kampanye Pilkada diperbolehkan asalkan kampus atau penanggung jawab pendidikan tinggi tersebut memberi izin. Selain itu, kampanye juga tidak boleh menggunakan atribut kampanye.
Artikel ini telah tayang di CNN Indonesia dengan judul “Putusan MK Larang Mantan Gubernur Maju Cawagub di Pilkada”
Cek Artikel dan Berita yang lainnya di Google News