SuaraPemerintah.IDÂ – Potensi terjadinya gempa besar di zona Megathrust Selat Sunda semakin menjadi perhatian masyarakat akhir-akhir ini. Isu ini turut dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi V DPR RI dengan Kepala BMKG dan Kepala Basarnas pada Selasa (27/8), di mana langkah-langkah mitigasi menjadi fokus pembahasan utama.
Anggota Komisi V DPR RI, Tubagus Haerul Jaman, yang mewakili daerah pemilihan Banten, meminta agar BMKG memprioritaskan pemasangan alat deteksi dini gempa dan tsunami di wilayah Banten yang berada tidak jauh dari zona Megathrust Selat Sunda.
“Ternyata di wilayah Selat Sunda dan sebagainya, di seluruh pantai yang ada di Banten yang cukup panjang, dari Tangerang, Anyer, Pandeglang, sampai Lebak, hanya ada lima alat pendeteksi gempa atau tsunami,” kata Tubagus.
“Kami berharap besok agar ada tambahan untuk wilayah lebak itu belum ada, kemudian Cilegon, Tangerang juga. Saya berharap agar dilengkapi karena ini sangat penting, ketika ada alat ini, ketika terjadi [gempa megathrust] ini bisa jadi peringatan masyarakat, khususnya di Banten,” lanjut dia.
Menanggapi hal ini, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan bahwa BMKG telah memfokuskan upaya mitigasi gempa di zona Megathrust Selat Sunda. Menurutnya, wilayah ini menjadi prioritas utama karena keberadaan industri dan kepadatan penduduk yang tinggi.
Dwikorita mengatakan zona Megathrust Selat Sunda yang berdekatan dengan Provinsi Banten menjadi “benar-benar primadona kami” dalam menghadapi potensi gempa besar di wilayah tersebut. Menurutnya, ada sejumlah faktor yang melatarbelakangi hal itu.
“Kami sangat-sangat serius menyiapkan itu [mitigasi megathrust], terutama Banten, Selat Sunda, karena di situ ada industri dan dampaknya beda dengan lokasi yang tidak ada industri, dan itu industrinya chemical,” jelas Dwikorita.
Ia mengatakan sejak 2018 pihaknya sudah berkoordinasi dengan sejumlah pemangku kepentingan, baik itu pemerintah daerah, industri, hingga masyarakat setempat.
Dengan pihak industri, BMKG sudah bekerja sama untuk memasang peringatan dini, termasuk jalur-jalur evakuasi. Menurut dia mitigasi gempa besar megathrust yang berpotensi memunculkan tsunami dahsyat di wilayah itu butuh perhatian serius.
“Di sana juga banyak hotel, masyarakatnya padat penduduk, jadi total ini kami barangkali di selat sunda melebihi dari yang lain lah,” tuturnya.
Ia merinci, setidaknya sejak 2019 pihaknya sudah memasang 39 unit seismograf atau alat untuk mengukur pergerakan Bumi. Padahal, sebelumnya hanya ada kurang dari 10 alat seismograf di wilayah tersebut.
Kemudian, BMKG juga sudah memasang 20 unit akselerograf atau yang dikenal dengan strong motion seismograf, sebuah perlatan yang digunakan untuk merekam guncangan tanah yang sangat kuat sehingga percepatan permukaan tanah terukur.
Menurut Dwikorita, pemasangan 20 unit akselerograf di Banten itu merupakan yang terbanyak dibanding wilayah lain.
Selanjutnya, Dwikorita mengklaim bahwa BMKG sudah memasang sebanyak 22 unit automatic water level atau tsunami gate yang berpotensi mendeteksi potensi tsunami yang kemungkinan disebabkan oleh gempa megathrust ataupun aktivitas Gunung Anak Krakatau.
Bukan hanya itu, BMKG juga sudah menambah sirine evakuasi menjadi 15 unit dari sebelumnya hanya 2 unit di wilayah Banten. BMKG, kata Dwikorita, juga telah memasang 81 Warning Receiver System (WRS) di BPBD, hotel, dan industri.
Warning Receiver System merupakan salah satu alat diseminasi informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami.
“Dan kami lakukan sekolah lapang gempa ada di 7 lokasi. Ini masih terus, terutama untuk berdayakan pemda dan masyarakat agar mereka mampu mandiri,” jelas dia.
Sebelumnya, zona Megathrust Selat Sunda merupakan satu dari dua segmen megathrust di Indonesia yang masuk dalam zona seismic gap.
Seismic gap merupakan zona sumber gempa potensial tapi belum terjadi gempa besar dalam masa puluhan hingga ratusan tahun terakhir. Zona ini diduga sedang mengalami proses akumulasi medan tegangan/stress kerak Bumi.
Megathrust Selat Sunda, memiliki panjang 280 km, lebar 200 km, dan pergeseran (slip rate) 4 cm per tahun. Menurut catatan BMKG, gempa besar terakhir di Selat Sunda terjadi pada 1757, dengan usia seismic gap 267 tahun.
Selain segmen Selat Sunda, zona Megathrust Mentawai-Siberut juga mendapat perhatian serius. Kondisinya mirip Megathrust Selat Sunda, karena gempa besar terakhir di Mentawai-Siberut terjadi pada 1797 (usia seismic gap 227 tahun).
Artikel ini telah tayang di CNN Indonesia dengan judul “BMKG Fokus Kerahkan Alat ke Megathrust Selat Sunda, Cek sebabnya”
Cek Artikel dan Berita yang lainnya di Google News