SuaraPemerintah.ID – Publik Indonesia tengah memperdebatkan sertifikat halal yang diberikan kepada sejumlah merek minuman bernama “tuyul”, “tuak”, “beer”, dan “wine”. Sertifikasi ini dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), meskipun kewajiban sertifikasi halal untuk produk makanan dan minuman baru akan berlaku setelah 17 Oktober 2024.
Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH, Mamat Salamet Burhanudin, menjelaskan bahwa kontroversi ini terkait dengan penamaan produk, bukan dengan kehalalannya. Menurutnya, produk yang bersertifikat halal telah melalui proses audit oleh Komisi Fatwa MUI atau Komite Fatwa Produk Halal, sehingga masyarakat tidak perlu ragu akan kehalalannya.
Namun, terdapat silang pendapat mengenai penamaan produk. Mamat menyebutkan bahwa ada produk dengan nama “beer” yang mendapat sertifikasi halal dari Komisi Fatwa MUI dan juga dari Komite Fatwa, yang menunjukkan ketidakpastian dalam penetapan standar.
Di sisi lain, Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh, mengungkapkan bahwa beberapa produk tersebut memperoleh sertifikat halal melalui jalur self declare, tanpa penetapan dari Komisi Fatwa MUI. Ia menegaskan bahwa penetapan kehalalan harus mengikuti standar yang ditetapkan MUI, termasuk larangan penggunaan nama-nama yang berasosiasi dengan minuman keras.
Asrorun mengingatkan bahwa produk halal tidak boleh menggunakan nama yang mengarah pada hal-hal yang diharamkan, termasuk nama-nama yang terkenal sebagai minuman beralkohol. Ia mengimbau agar masyarakat lebih teliti dalam mengecek kehalalan produk yang menggunakan mekanisme self declare ini.
Dengan adanya kontroversi ini, banyak pihak meminta klarifikasi lebih lanjut terkait proses sertifikasi dan kebijakan yang mengatur penamaan produk, guna memastikan kepastian dan kejelasan bagi konsumen.


.webp)


















