Kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan seorang dosen Universitas Hasanuddin (Unhas), Sulawesi Selatan, memicu perhatian serius dari pemerintah. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Republik Indonesia, bersama dengan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Unhas, bergerak cepat untuk mendalami kasus tersebut dan memastikan hak-hak korban terlindungi.
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA, Ratna Susianawati, mengungkapkan bahwa pihak kementerian telah berkoordinasi dengan Satgas PPKS di Universitas Hasanuddin untuk menindaklanjuti peristiwa ini.
“Kami berkoordinasi dengan Satgas PPKS di universitas untuk mengetahui sejauh mana Satgas PPKS juga bekerja untuk ini,” kata Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA Ratna Susianawati di Jakarta, Jumat (30/11).
Lebih lanjut, KemenPPPA juga menggandeng Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Sulawesi Selatan untuk mengumpulkan informasi lebih lanjut terkait kronologi kejadian. Ratna menegaskan bahwa kementerian menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap insiden ini dan berkomitmen untuk memastikan perlindungan korban menjadi prioritas utama.
“Kami menyampaikan keprihatinan mendalam sekaligus juga ini menjadi catatan peristiwa-peristiwa kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi,” kata Ratna Susianawati.
Kemudian pihaknya juga menekankan pendampingan terhadap korban.
“Ini (pendampingan) yang terpenting, memastikan kebutuhan korban yang harus dipenuhi,” kata dia.
Kasus ini berawal pada 25 September 2024, ketika seorang mahasiswi Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unhas melaporkan dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh dosen berinisial FS. Peristiwa tersebut diduga terjadi di ruang kerja dosen saat bimbingan skripsi. Meskipun telah dilaporkan kepada Satgas PPKS Unhas, korban merasa kecewa dengan penanganan awal yang dianggap tidak adil dan malah mendapat tuduhan bahwa ia berhalusinasi.
Sebagai respons terhadap kasus ini, pihak kampus Unhas menjatuhkan sanksi administratif kepada FS berupa skorsing selama dua semester serta pencopotan dari jabatannya. Sanksi tersebut dianggap sebagai langkah yang cukup namun tidak maksimal, mengingat kasus ini melibatkan dugaan kekerasan seksual.
Farida Patittingi, Ketua Satgas PPKS Unhas, mengungkapkan bahwa dosen FS telah diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua Gugus Penjaminan Mutu dan Peningkatan Reputasi serta dibebaskan sementara dari tugas pokoknya sebagai dosen hingga dua semester ke depan (hingga 2026).
Cek Artikel dan Berita Lainnya di Google News