Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Kebijakan Publik (PRKP) merancang model Desa Digital Pangan berbasis partisipasi masyarakat dan akuntabilitas digital untuk memperkuat ketahanan pangan nasional. Model ini diharapkan dapat menjadi solusi untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pangan di desa.
Robby Firman Syah Peneliti Ahli Muda Pusat Riset Kebijakan Publik (PRKP) BRIN menyampaikan, riset ini bertujuan untuk menciptakan tata kelola pangan desa yang transparan dan partisipatif melalui pemanfaatan teknologi digital.
“Ketahanan pangan tidak hanya berbicara tentang produksi, tetapi juga bagaimana data dan informasi dikelola secara jujur dan terbuka,” ujarnya pada diskusi talkshow interaktif. Kegiatan ini sebagai rangkaian diseminasi hasil riset bertema Arah Baru Digitalisasi Sektor Publik: Data, Etika, dan Kepercayaan, Rabu (22/10).
Menurut Robby, riset dilakukan di empat kabupaten, yaitu Banyuwangi, Purworejo, Karawang, dan Lampung Tengah.
“Hasil kajian menunjukkan, partisipasi masyarakat desa dalam program pangan tergolong tinggi, namun akuntabilitas digital masih terbatas. Banyak desa telah memiliki sistem informasi daring, tetapi belum digunakan optimal untuk pelaporan, evaluasi, maupun distribusi bantuan pangan,” terangnya.
Lebih lanjut Robby mengatakan, Model Desa Digital Pangan yang dikembangkan BRIN memanfaatkan teknologi blockchain sebagai sistem pencatatan digital desa. “Teknologi ini memungkinkan setiap transaksi, laporan produksi, dan distribusi pangan terekam otomatis dan tidak dapat diubah. Sehingga meningkatkan transparansi dan akuntabilitas,” ucapnya.
Ia menjelaskan, blockchain tidak hanya berfungsi sebagai alat teknologi, tetapi juga sebagai sistem kepercayaan baru dalam pengelolaan data publik.
“Teknologi ini menghadirkan jejak data yang tidak bisa dihapus dan mendorong kejujuran tanpa menambah beban administrasi. Dalam model ini, masyarakat desa berperan sebagai pengguna sekaligus pengawas data, sementara pemerintah daerah menjadi fasilitator dan pembina literasi digital,” ungkapnya.
Robby berpendapat, riset ini juga mengembangkan rancangan Food Security Data Center di tingkat kabupaten dan Village Ledger di tingkat desa sebagai pusat integrasi data pangan, keuangan, dan logistik.
“Sistem ini memungkinkan pemerintah daerah memantau kondisi pangan secara real-time dan mengambil keputusan berbasis bukti ilmiah. Desa yang menguasai datanya akan lebih tangguh menghadapi krisis pangan,” ujar Robby.
Dirinya menilai, keberhasilan digitalisasi tidak hanya ditentukan oleh perangkat dan infrastruktur, tetapi juga oleh kemampuan masyarakat dalam memahami nilai strategis data.
“Kami berharap, model ini dapat memperkuat kemandirian pangan dan mengurangi ketimpangan akses informasi di pedesaan. Sistem yang transparan dan partisipatif akan memperkuat posisi desa sebagai subjek pembangunan, sekaligus mendukung kebijakan nasional menuju swasembada pangan berkelanjutan,” pungkasnya.
Cek Artikel dan Berita Lainnya di Google News


.webp)














