Suarapemerintah.id – Kementerian Agama tengah menyelesaikan Regulasi Pendidikan Tinggi Keagamaan (PTK). Salah satu fokus pembahasan adalah terkait persyaratan menjadi profesor atau guru besar.
Ada dua regulasi PTK yang sedang disiapkan. Pertama, Rancangan Peraturan Menteri Agama (RPMA) tentang Pedoman Operasional Penilaian Angka Kredit Dosen. Kedua, Rancangan Keputusan Menteri Agama (RKMA) tentang Pedoman Operasional Penilaian Angka Kredit Dosen. Pembahasan RPMA dan RKMA ini merupakan amanat PP No 46 Tahun 2019 tentang Pendidikan Tinggi Keagamaan, bahwa penilaian angka kredit jabatan lektor kepala dan profesor untuk rumpun ilmu agama dilaksanakan oleh Menteri Agama.
Hadir dalam pembahasan ini, Dirjen Bimas Kristen Thomas Pentury, Dirjen Bimas Katolik Yohanes Bayu Samodro, Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis), Suyitno, Tim Perumus Dede Rosyada, serta perwakilan dari Ditjen Bimas Hindu dan Ditjen Bimas Buddha.
“Persyaratan karya monumental ini merupakan salah satu terobosan Kementerian Agama dengan memunculkannya sebagai opsi selain syarat karya ilmiah yang terindex pada lembaga indexing kredibel,” kata Dirjen Pendidikan Islam Muhammad Ali Ramdhani di Jakarta, Kamis (19/11).
“Sebagai sebuah persyaratan opsional, karya monumental harus memenuhi parameter yang jelas. Kami merencanakan parameter itu meliputi kolaborasi, kredibilitas sumber pendanaan, penerjemahan bahasa asing, desiminasi karya, Industrial/regulatory attachment, cakupan wilayah, dan manuscript references,” sambungnya.
Ali Ramdhani menambahkan, detail teknis terkait tujuh parameter ini sedang disusun lebih komprehensif oleh Diktis. Terkait kolaborasi internasional misalnya, ukurannya adalah karya ilmiah yang dihasilkan merupakan hasil kerjasama dengan akademisi dari universitas luar negeri pada bidang keilmuan serumpun. Sedangkan parameter kredibilitas sumber pendanaan karya ilmiah, diukur dari pendanaan dari lembaga yang kridibel dari dalam dan luar negeri.
Penerjemahan buku/karya ilmiah dalam bahasa asing diukur dari karya tersebut diterjemahkan ke dalam lebih dari satu atau dua bahasa asing. Dalam hal desiminasi karya ilmiah paramterenya dilihat dari berapa banyak direview oleh akademisi bereputasi internasional.
Sedangkan dalam konteks industrial atau regulatory attachment, karya ilmiah yang dihasilkan memberikan manfaat secara materil dari industry maupun pemerintah dengan implementasi pada industri atau pemerintahan diakui oleh banyak negara.
Adapun cakupan wilayah penelitian dan pemanfaatan big data, dilihat dari karya ilmiah yang dihasilkan merupakan hasil penelitian dengan coverage area di beberapa negara dan/atau karya ilmiah tersebut memanfaatkan big data data regional seperti asia, amerika, eropa ataupun data internasional.
Dalam hal manuscript references, karya ilmiah yang dihasilkan banyak merujuk kepada ummahatul kutub (mother text book) dalam khasanah pengetahuan agama dan/atau merupakan turunan dari ummahatul kutub tersebut. “Melihat perkembangan pembahasan, kami optimis RPMA dan RKMA ini dalam waktu dekat bisa segera diimplementasikan,” tegas Guru Besar UIN Sunan Gunung Jati Bandung ini.
Dirjen Bimas Kristen Thomas Pentury mendukung finalisasi RPMA dan RKMA ini. “Kami sepakat dengan gagasan yang ada dalam RPMA dan RKMA ini dan berharap agar bisa segera diimplementasikan,” tegas Thomas.
Hal senada juga disampaikan Dirjen Bimas Katolik, Yohanes Bayu Samodro. “Kami berharap RPMA dan RKMA ini segera ditetapkan dan juga kita harus berkoordinasi secara intensif dalam pengembangan pendidikan keagamaan,” tutur Yohanes Bayu Samodro.
Penuntasan RPMA dan RKMA ini menjadi prioritas program yang harus diselesaikan pada tahun 2020 ini. Direktur Diktis, Prof. Dr. Suyitno menyampaikan bahwa pembahasan RPMA dan RKMA ini ditargetkan selesai pada bulan Desember 2020.
“Kami berharap, pada tahun 2021, penilaian angka kredit untuk lektor kepala dan guru besar pada rumpun ilmu agama sudah dapat dilaksanakan di Kementerian Agama,” tegas Guru Besar UIN Raden Fatah Palembang ini.