Selasa, Mei 20, 2025
spot_img

BERITA UNGGULAN

PBB dan WHO Legalkan Ganja Sebagai Obat Medis, Indonesia Belum Rubah UU Narkotika

Suarapemerintah.id – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memberikan restu untuk menjadikan ganja sebagai obat medis yang legal. PBB merekomendasikan kepada World Health Organization (WHO) untuk bisa meratifikasi ganja sebagai keperluan medis. Pengumuman tersebut merupakan bentuk untuk membuat legal pengunaan ganja di seluruh dunia.

Keputusan PBB tersebut dilakukan sesuai hasil voting yang dilakukan oleh Commission on Narcotic Drugs (CND) atau Komisi Obat Narkotika yang beranggotakan 53 negara. Di mana 27 negara Eropa dan Amerika setuju, sementara 25 negara lain termasuk China, Pakistan, dan Rusia menentang.

- Advertisement -

Keputusan ini mengejutkan setelah 59 tahun ganja disandingkan dengan opium sebagai barang ‘haram’. Diharapkan keputusan ini akan mendorong penelitian ilmiah tambahan.

Meski demikian, menurut para analis, keputusan ini tak serta merta membuat ganja legal di banyak negara. Hal itu tergantung yurisdiksi masing-masing.

- Advertisement -

“Hal seperti ini tidak berarti bahwa legalisasi akan terjadi di seluruh dunia. (Namun) ini bisa menjadi momen yang menentukan” kata direktur pelaksana di perusahaan konsultan ganja Global C, Jessica Steinberg, melansir New York Times, Kamis (3/12/2020).

Di Indonesia, ganja tergolong narkotika golongan I bersama dengan sabu, kokain, opium, heroin.

Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, ganja tergolong narkotik golongan I bersama dengan sabu, kokain, opium, heroin. Izin penggunaan terhadap narkotika golongan I hanya dibolehkan dalam hal-hal tertentu. Dan di luar itu, maka dianggap melanggar hukum alias ilegal.

Selain itu, UU Nomor 35/2009 juga melarang konsumsi, produksi, hingga distribusi narkotika golongan I. Kemudian, setiap orang yang memproduksi atau mendistribusikan narkotika golongan I diancam hukuman pidana penjara hingga maksimal seumur hidup atau hukuman mati. Sementara bagi penyalahguna narkotika golongan I diancam pidana paling lama 4 tahun.

Masih Terlalu Dini Merubah Peraturan Ganja

Menanggapi keputusan PBB dan komentar-komentar terkait, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan NAPZA Kementerian Kesehatan Siti Khalimah menekankan perlu kajian lebih dalam. Tak hanya dalam konteks medis, tapi juga hukum.

Sebab, selain UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, beberapa aturan tingkat kementerian pun masih banyak yang memasukkan ganja ke dalam daftar narkotika. Salah satunya peraturan di internal Kementerian Kesehatan.

Khalimah mengatakan bahwa Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto baru saja meneken Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 22 tahun 2020 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika.

“Di dalam PMK itu masih disebutkan ganja ke dalam narkotika. Atas dasar itu tak bakal ada perubahan dalam waktu sangat dekat. Karena harus dibuat kajian terlebih dahulu dan diskusi dengan para ahli,”  ungkap Khalimah.

Sementara Kepala Biro Humas dan Protokol Badan Narkotika Nasional (BNN) Sulistyo Pudjo Hartono menilai ada salah persepsi tentang keputusan Komisi Narkotika PBB.

“Dikeluarkan [dari Daftar IV] bukan berarti menjadi bukan narkoba, ya, tetap narkoba. Hanya dianggap narkoba yang tidak paling berbahaya,” kata Sulistyo.

Dia juga bilang Indonesia adalah satu dari 25 negara yang menolak pencabutan ganja.

“Kami golongan garis keras. Banyak negara besar yang tidak setuju,” klaimnya.

Oleh karena itu, sama seperti Khalimah, Sulistyo bilang “masih terlalu dini” jika berharap akan ada perubahan berarti.

- Advertisement -

Kirimkan Press Release berbagai aktivitas kegiatan Brand Anda ke email [email protected]

Artikel Terkait

Suara Hari Ini

Ikuti Kami

10,502FansSuka
392PengikutMengikuti
7PengikutMengikuti
2,880PelangganBerlangganan

Terbaru