Senin, September 22, 2025
spot_img

BERITA UNGGULAN

Toge Goreng Itu Bukanlah Tauge yang Digoreng

SuaraPemerintah.ID – Bagi Urang Sunda, sebutan bagi kuliner dengan embel-embel goreng di belakangnya tidak melulu merupakan kuliner yang dimasak dengan cara memakai minyak goreng. Sebut saja, toge goreng, salah satu kuliner khas Kota Bogor.

Dari namanya, orang awam akan mengartikan, bahwa toge goreng adalah jenis kuliner yang dimasak dengan memakai minyak goreng. Padahal kenyataannya, toge goreng dalam pembuatannya sama sekali tidak memasak tauge dengan cara menggunakan minyak goreng, melainkan direbus.

- Advertisement -

Istilah toge goreng digunakan, karena bahan tauge yang dipakai adalah tauge yang memang sudah jelek (goreng), dalam arti sudah sedikit layu dan biasanya si penjual tidak memutus ujung (akar) kecambahnya satu persatu, melainkan dibiarkan begitu saja, sehingga terlihat goreng (tidak bagus).

Bila demikian pengertian umumnya, sebenarnya apakah hakikat kata goreng itu? Apakah kata sifat seperti dalam Basa Sunda atau kata kerja seperti dalam Bahasa Indonesia?

- Advertisement -

Nah, bila demikian menurut Anda mana yang lebih dulu muncul, kata goreng dalam Basa Sunda yang artinya jelek atau kata goreng dalam Bahasa Indonesia yang dalam KBBI memiliki arti memasak kering-kering di wajan (kuali) dengan minyak?

Saya teringat ujaran si Abah yang menyebut nasi goreng adalah sangu goreng yang artinya nasi jelek. Pengertian nasi goreng versi si Abah lebih terkategori dalam kata sifat atau adjective dibanding nasi goreng dalam pengertian umum yang masuk dalam kategori kata benda (noun) yang merupakan paduan dari kata nasi (noun) ditambah kata goreng (verb/kata kerja) dan memiliki arti nasi yang dimasak dengan minyak goreng.

Nasi goreng memang lebih enak bila memakai sangu nu goreng laen sangu nu sae (nasi yang jelek bukan nasi yang bagus), tuturnya. Memang, ternyata rahasia cita rasa lezat dari nasi goreng itu apabila menggunakan nasi yang sudah jelek, dalam arti nasi yang sudah lebih dari semalaman atau nasi sisa, bukan nasi bagus yang baru saja tanak.

Nasi goreng yang berasal dari Tionghoa pun memang awalnya memanfaatkan nasi sisa yang sudah melewati satu atau dua malam untuk bisa dikonsumsi dengan menambahkan bumbu dan rempah-rempah tertentu kemudian dimasak dengan menggunakan minyak zaitun (olive oil) atau minyak jagung (corn oil) untuk menghasilkan cita rasa kering dan renyah.

Dari obrolan dengan si Abah tersebut, saya lebih cenderung sepakat bila etimologi kata goreng dalam Bahasa Indonesia mengambil atau menyerap dari Basa Sunda, goreng yang berarti jelek. Melebarkan pemaknaan, bukankah itu berarti minyak goreng sebagai salah satu bahan yang dibutuhkan untuk membuat nasi goreng berarti bermakna minyak jelek?

Kalau ditilik, sebenarnya minyak goreng yang lazim digunakan di Indonesia itu merupakan istilah pengganti dari minyak kelapa, minyak sawit, minyak jagung atau minyak kacang. Sekarang ini sudah sangat umum minyak goreng berbahan baku kelapa sawit. Di luar negeri, sebagian negara barat telah biasa menggunakan minyak zaitun sebagai bahan pengganti minyak goreng untuk melakukan aktivitas menggoreng (fry).

Jadi istilah minyak goreng tidaklah spesifik menunjuk pada satu benda tertentu. Apakah itu berarti, minyak goreng yang kata benda karena memiliki makna minyak untuk menggoreng adalah kata sifat atau kata ganti (pronoun)?

Urang Sunda yang budaya sejatinya mengonsumsi makanan dengan cara direbus atau dikukus menyebut makanan yang dimasak dengan minyak kelapa sebagai jelek atau goreng, ambil contoh singkong goreng, ubi goreng, tahu goreng, oncom goreng dan aci goreng. Karena memakan menu kuliner itu goreng ka badan (jelek untuk tubuh). Dari segi kesehatan, toh minyak goreng memang memiliki kandungan-kandungan yang dapat mendatangkan penyakit pada tubuh, seperti kolesterol.

Namun dalam istilah kekinian, singkong, ubi, tahu, oncom, aci dan nasi serba goreng tersebut telah mengalami pergeseran makna menjadi singkong, ubi, tahu, oncom, aci dan nasi yang dimasak dengan cara digoreng atau memakai minyak goreng, sehingga sah dan jadilah diberi nama singkong goreng, dst.

Padahal buat sebagian orang bule, memasak makanan dengan cara digoreng seperti fried rice, french fries atau fried chicken meski menggunakan bahan-bahan yang fresh, tetap terkategori makanan jelek yang biasa mereka sebut junk food atau makanan sampah.

Sebenarnya, tidak salah juga bila KBBI memaknai goreng sebagai kata kerja memasak kering-kering di wajan (kuali) dengan menggunakan minyak. Tapi bagi saya, sebagai bangsa yang memiliki banyak ragam suku bahasa, kata goreng dalam Basa Sunda termasuk contoh kata serapan yang berhasil mengindonesia. Ada pergeseran makna denotatif di situ.

Bahkan kini istilah goreng sudah memiliki makna konotatif dalam bahasa pergaulan, seperti memanas-manasi atau mengompori.

Bagi saya istilah goreng dalam bahasa gaul itu (memanas-manasi atau mengompori), berarti berusaha membuat seseorang agar menjadi jelek sikapnya. Itu berarti, seolah kata goreng berupaya kembali ke akarnya, ketika kata goreng terdefinisi dalam Basa Sunda  memiliki arti jelek.

Jadi, bila kini kata goreng tak selalu berarti jelek, kalau begitu, ayo kita makan toge jelek eh.. toge goreng.

- Advertisement -

Kirimkan Press Release berbagai aktivitas kegiatan Brand Anda ke email [email protected]

Artikel Terkait

Suara Hari Ini

Ikuti Kami

10,502FansSuka
392PengikutMengikuti
7PengikutMengikuti
2,910PelangganBerlangganan

Terbaru