Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) memprediksi bahwa Indonesia akan menguasai 75% permintaan nikel dunia dalam tiga tahun ke depan. Hal ini disampaikan oleh Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves, Septian Hario Seto.
Menurut Seto, Indonesia telah memenuhi 59% permintaan nikel global pada 2023. Pada 2024, angka ini diperkirakan akan meningkat hingga 70%.
“Tahun lalu kita produksi nikel kita itu sekitar 59% dari total permintaan dunia. Tahun ini mungkin angkanya bisa mendekati 65% sampai dengan 70%,” ujarnya yang dilansir dariCNBC Indonesia dalam program Mining Zone, dikutip Kamis (17/10/2024).
Baca juga :Â Ekonomi Indonesia Tumbuh di Atas 5% di Triwulan III 2024
Dalam tiga tahun ke depan, Seto optimistis Indonesia akan menguasai 75% produksi nikel global. Peran Indonesia yang bak ‘raja’ produksi nikel dunia tersebut dinilai bisa membuat Indonesia mengatur harga nikel dunia.
“Kita sendiri pun sebenarnya sudah bisa mengontrol harga nikel dunia. Tapi kan dengan kita tadi berkontribusi sampai dengan 70%, ya kita juga ada tanggung jawab. Kita nggak bisa semena-mena mau bikin harganya tinggi ataupun bikin yang lainnya pada mati secara sengaja,” tegasnya.
Diplomasi dengan negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, China, Jepang, dan Korea Selatan menjadi penting karena mereka merupakan konsumen utama nikel Indonesia. Seto menekankan pentingnya menjaga hubungan baik dengan negara-negara tersebut. “Karena mereka-mereka inilah sebenarnya konsumen nikel yang paling besar,” kata Seto.
Asal tahu saja, mengutip Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 132/2024 tentang Neraca Sumber Daya dan Cadangan Minerba Nasional Tahun 2023, tercatat sepanjang 2023, realisasi produksi bijih nikel RI hampir mencapai 200 juta ton. Persisnya, yakni di level 175,6 juta ton atau tepatnya 175.617.183 ton.
Pencapaian produksi bijih nikel tersebut tidak terlepas dari potensi nikel RI yang cukup melimpah serta kebijakan Presiden Joko Widodo yang terus menggenjot program hilirisasi.
Hingga 2023 misalnya, tercatat total sumber daya bijih nikel RI mencapai 18,5 miliar ton, tepatnya 18.550.358.128 ton dan nikel logam mencapai 184,6 juta ton, tepatnya 184.606.736 ton.
Sedangkan, total cadangan nikel Indonesia tercatat sebanyak 5,3 miliar ton, tepatnya 5.325.790.841 ton, untuk bijih dan 56,12 juta ton, tepatnya 56.117.187 ton, untuk logam.
Sebelumnya, Presiden Jokowi membeberkan bahwa nilai ekspor nikel hasil dari program hilirisasi melejit signifikan. Tak tanggung-tanggung, nilai ekspor nikel hasil hilirisasi tersebut telah tembus hingga Rp 500 triliun.
Melonjaknya nilai ekspor nikel dari hilirisasi ini sudah sering diucapkan Presiden Jokowi. Maklum, sebelum ada hilirisasi, pada periode 2017-2018, nilai ekspor bijih nikel Indonesia hanya US$ 3,3 miliar atau Rp50-an triliun.
“Saat sebelum dibangun industri smelter, kita mengekspor mentah bertahun-tahun. Ekspor yang hanya mentahan nikel, nilainya setiap tahun kurang lebih Rp 30 triliun. Begitu smelter dibangun ekspor kita mencapai Rp 500 triliun,” kata Jokowi dikutip, Senin (1/7/2024).
Jokowi menilai naiknya nilai ekspor nikel hasil hilirisasi tak hanya menguntungkan perusahaan saja akan tapi juga Indonesia dalam bentuk penerimaan negara yang meningkat. Misalnya dari pajak perusahaan, pajak penghasilan karyawan, hingga Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
“Yang untungkan perusahaan? Tidak seperti itu. Karena lompatan rupiah tadi saya katakan, kita memungut namanya pajak perusahaan, pajak karyawan, royalti kita dapat, biaya ekspor kita dapat, PNBP kita dapat semuanya,” jelasnya.