Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa terdapat potensi subsidi energi yang tidak tepat sasaran mencapai sekitar Rp100 triliun dari total alokasi subsidi dan kompensasi energi tahun 2024 sebesar Rp435 triliun. Subsidi ini mencakup bahan bakar minyak (BBM), liquefied petroleum gas (LPG), dan listrik, yang bertujuan meringankan beban masyarakat kurang mampu.
“Jujur saya katakan ya, kurang lebih sekitar 20-30 persen subsidi BBM dan listrik itu berpotensi tidak tepat sasaran, dan itu gede angkanya, kurang lebih Rp100 triliun,” kata Bahlil Lahadalia di Jakarta, Minggu.
“Tidak mau kan subsidi yang harusnya itu untuk saudara-saudara kita yang ekonominya belum bagus, kemudian malah diterima oleh saudara-saudara kita yang ekonominya sudah bagus,” ujarnya.
Bahlil mengungkapkan bahwa indikasi penyaluran subsidi yang tidak tepat sasaran ini ditemukan dari berbagai laporan yang diterima Kementerian ESDM dari PLN, Pertamina, dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). Menurutnya, laporan ini menunjukkan adanya distribusi subsidi BBM dan listrik yang dinilai kurang efektif.
“Nah, kami menengarai dalam berbagai laporan yang masuk, baik PLN, Pertamina, maupun BPH Migas, dari subsidi BBM dan listrik itu kami melihat ada potensi yang tidak tepat sasaran,” ucapnya.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah akan segera membentuk Satuan Tugas (Satgas) Subsidi Tepat Sasaran. Satgas ini bertugas memastikan bahwa subsidi energi benar-benar diterima oleh masyarakat yang berhak. Langkah ini dilakukan sebagai upaya pemerintah untuk meningkatkan efektivitas subsidi energi di Indonesia.
Ia menyatakan bahwa tim tersebut, yang diketuai oleh ia sendiri, kini tengah mempersiapkan sejumlah langkah untuk menyelesaikan masalah tersebut, salah satunya adalah memberikan subsidi tersebut melalui bantuan langsung tunai (BLT).
“Formulasinya mungkin ada beberapa, salah satu di antaranya adalah agar kemudian subsidi itu biar tepat sasaran, kemungkinan kita akan memberikan BLT langsung kepada masyarakat,” kata Bahlil.
Ia juga menyebutkan opsi solusi lainnya adalah melalui kombinasi kebijakan, yakni sebagian tetap melalui skema subsidi seperti saat ini, sementara sebagian yang lain melalui BLT.
“Jadi, kita tunggu saja, dua minggu dikasih waktu dari Pak Presiden. Jadi dua minggu ini akan kami selesaikan (formulasi solusinya),” imbuhnya.
Cek Artikel dan Berita yang lainnya di Google News