Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menegaskan komitmennya dalam memperkuat budaya kesiapsiagaan di Indonesia dengan menghadiri Lokakarya Nasional untuk Mendukung Pengarusutamaan Kesiapsiagaan Tsunami dan Bencana ke dalam Kebijakan Nasional. Kegiatan ini berlangsung pada 23–24 September 2025 di Kabupaten Badung, Bali, sebagai bagian dari inisiatif regional Partnerships for Strengthening School Preparedness for Tsunamis in the Asia Pacific (Tsunami Project Phase IV) yang diinisiasi bersama UNDP dan Pemerintah Jepang.
Lokakarya ini dihadiri oleh Deputi Bidang Pencegahan BNPB, Dra. Prasinta Dewi, M.A.P serta Direktur Kesiapsiagaan BNPB, Drs. Pangarso Suryotomo, M.MB, bersama para pemangku kepentingan dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kedutaan Besar Jepang, JICA, lembaga PBB, akademisi, NGO, serta mitra pembangunan lainnya.
Dalam sambutannya, Prasinta Dewi menegaskan pentingnya forum ini sebagai ruang untuk memperkuat langkah kebijakan kesiapsiagaan di Indonesia.
“Workshop ini akan menjadi forum penting untuk bersama-sama membahas dan memvalidasi delapan Policy Actions yang terdapat dalam Handbook of Concrete Policy Actions yang telah disusun berdasarkan pengalaman dari proyek regional dan praktik baik dari Jepang serta negara-negara Asia-Pasifik lainnya. Buku panduan ini menjadi sumber pengetahuan bagi para pembuat kebijakan, sekolah, dan mitra pembangunan dalam hal penyusunan kebijakan, termasuk berbagai tahapan implementasi yang harapannya dapat diimplementasikan dalam kerja-kerja nyata dalam rangka penanggulangan bencana”, jelas Prasinta.
“Dengan kerja sama yang erat, kita dapat menciptakan sistem pendidikan yang lebih aman dan tangguh, serta meningkatkan kapasitas dan kesadaran seluruh warga sekolah dalam menghadapi ancaman bencana”, tambahnya.
Dalam sesi panel, Pangarso Suryotomo menyampaikan sebagai titik temu dari kesiapsiagaan menghadapi tsunami di sekolah dan masyarakat bahwa Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) merupakan bagian integral dan penting dari struktur ketangguhan desa.
Menurut Pangarso, kesiapsiagaan tsunami pada hakikatnya menyangkut keselamatan jiwa. Yang dibutuhkan bukan hanya sistem peringatan dini, tetapi juga sistem aksi dini yang nyata. Satuan Pendidikan dan komunitas perlu berperan sebagai pusat pembelajaran, pusat evakuasi, sekaligus pusat ketangguhan dalam menghadapi bencana.
Sejak 2017, Tsunami Project dibawah koordinasi UNDP telah menjangkau lebih dari 220.000 siswa, guru, pejabat lokal, dan anggota masyarakat di 800 sekolah di 24 negara Asia-Pasifik. Di Indonesia, BNPB melihat inisiatif ini sebagai praktik baik yang perlu diperluas, tidak hanya pada level sekolah dan komunitas, tetapi juga dilembagakan dalam kebijakan nasional.
Meski kesadaran di tingkat sekolah dan komunitas terus meningkat, masih terdapat kesenjangan pada tingkat kebijakan nasional. Untuk itu, disusunlah “Buku Panduan Tindakan Kebijakan Konkret” yang memuat delapan rekomendasi kebijakan adaptif untuk mendukung pengarusutamaan kesiapsiagaan tsunami dan bencana. Buku panduan ini disusun berdasarkan pengalaman dari empat fase Tsunami Project serta praktik baik dari Jepang dan negara-negara Asia-Pasifik lainnya.
Selaras dengan Comprehensive School Safety Framework (CSSF) 2022–2030, buku ini diharapkan menjadi panduan praktis bagi pembuat kebijakan, pengelola sekolah, dan mitra pembangunan, tidak hanya untuk kesiapsiagaan tsunami, tetapi juga menghadapi berbagai jenis ancaman bencana.
Buku Panduan ini akan disajikan, diterapkan, dan divalidasi dalam lokakarya nasional di Indonesia, Palau, dan Thailand, dengan mengundang perwakilan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kementerian Pendidikan, kementerian/lembaga terkait lainnya, lembaga PBB, organisasi masyarakat sipil, dan anggota komunitas. Masukan dan rekomendasi dari lokakarya-lokakarya tersebut akan disertakan dalam versi final agar buku panduan tetap relevan, praktis, dan dapat diterapkan secara luas di seluruh kawasan Asia-Pasifik.
Tujuan Lokakarya adalah:
1. Membangun pemahaman bersama tentang kondisi terkini kesiapsiagaan tsunami dan bencana di Indonesia.
2. Memvalidasi serta menyempurnakan delapan Tindakan Kebijakan dalam Buku Panduan agar sesuai dengan konteks nasional.
3. Mengidentifikasi langkah implementasi jangka pendek, menengah, dan panjang untuk diterapkan di tingkat nasional maupun sekolah.
Pada kesempatan yang sama, Andrys Irawan mewakili UNDP menegaskan pentingnya sekolah sebagai titik masuk dalam membangun kesiapsiagaan masyarakat yang lebih luas.
Menurutnya, sekolah dapat menjadi titik masuk yang manjur karena mempertemukan sebagian besar masyarakat, beroperasi sebagai lembaga yang tepercaya, dan memiliki struktur yang terorganisasi. Kegiatan kesiapsiagaan di sekolah, seperti latih tubi (drill) evakuasi, pemetaan bahaya, dan pendidikan kebencanaan, bukan hanya melibatkan siswa, tetapi juga disaksikan oleh orang tua, pemerintah daerah, dan anggota masyarakat. Hal ini menciptakan kesempatan untuk membagikan dan mereplikasikan pengetahuan serta praktik hingga ke tingkat rumah tangga dan komunitas.
Melalui lokakarya ini, diharapkan lahir peta jalan bersama yang memperkuat sinergi pemerintah, sekolah, dan masyarakat dalam mengurangi risiko bencana, memperluas cakupan pengarusutamaan kebijakan, serta melindungi generasi muda dari ancaman tsunami dan bencana lainnya.
Cek Artikel dan Berita Lainnya di Google News