Suarapemerintah.id – Pemerintah berkomitmen untuk mendorong pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN) biohidrokarbon yang karakteristiknya sama atau bahkan lebih baik daripada senyawa hidrokarbon atau BBM berbasis fosil.
Hal ini disampaikan Kepala Badan Pengembangan SDM Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Prahoro Yulijanto Nurtjahyo pada pembukaan Webinar bertajuk “Menyongsong Era Biohidrokarbon Di Indonesia” yang dilangsungkan secara virtual, Rabu (4/11).
“BBN biohidrokarbon yang ramah lingkungan nantinya dapat langsung digunakan sebagai substitusi BBM fosil tanpa perlu penyesuaian mesin kendaraan. BBN biohidrokarbon dapat dibedakan menjadi green-gasoline, green-diesel, dan bioavtur,” ungkap Parhoro.
Mengamini Prahoro, Tatang Hernas Soerawidjaja, pembicara webinar yang juga merupakan Ketua Ikatan Ahli Bioenergi Indonesia (IKABI) menyampaikan bahwa Indonesia dianugerahi kekayaan nabati luar biasa yang memungkinkannya menjadi pusat biohidrokarbon dunia dan negara maju di era perekonomian berbasis nabati (bio-based economy).
“Semoga inovasi anak-anak bangsa indonesia memadai untuk memberdayakan kekayaan nabati luar biasa ini guna menjadi potensi penggerak pertumbuhan tangguh dan pesat perekonomian negeri kelak,” tutur Tatang.
Pada kesempatan yang sama, Lies Aisyah, Peneliti – PPTMGB Lemigas mengharapkan pengembangan Bahan Bakar Nabati untuk energi dimaksudkan guna mengurangi ketergantungan pada impor minyak dan untuk menggantikan solar dan bensin, yang saat ini implementasi mandatori untuk solar sudah bertaraf B30.
Kebijakan Pemerintah dalam arahan Mandatori biodiesel dan pengembangan biohidrokarbon/green fuels mutlak dilakukan untuk mendorong ketahanan energi nasional, penghematan devisa negara dan pengurangan emisi CO2. “Penyusunan arah kebijakan biohidrokarbon dan perumusan standar dan mutu (spesifikasi) serta nomenklaturnya menjadi prioritas utama,” tegas Lies.
Menutup webinar, Andianto Hidayat, VP Downstream Research Technology Innovation PT. Pertamina mengungkapkan kesiapan Indonesia dalam menyongsong era biohidrakarbon dengan diawali produk katalis anak negeri (katalis merah putih) serta sinergisitas BUMN yang dapat menghasilkan produk dalam hasil co-processing RU II Dumai dan RU III Plaju guna menuntaskan Biofuel generasi I yang berbasis minyak lemak nabati serta bahan berpati dan Biofuel generasi II dari bahan lignoselulosa.
“Percepatan penelitan, pengujian dan pengembangan biohidrokarbon (Proyek Biorefinery Pertamina) ini tak luput dari dukungan Pemerintah khususnya Kementerian ESDM dalam memberikan relaksasi harga biodiesel”.