SuaraPemerintah.ID – Duel seru Anies vs Ganjar begitu kentara dalam satu pekan terakhir (6-12 Juni 2022) yang dilakukan para pendukung masing-masing figur ini. Betapa tidak, di jagat media sosial masih terus berkutat pada perang narasi antar pendukung calon presiden (capres) 2024 ini.
Terpantau dalam rekam jejak, misalnya cuitan di Twitter, eks pendukung Prabowo Subianto kini lebih condong ke Anies Baswedan, di sisi lain kelompok pendukung Presiden Joko Widodo banyak yang hijrah ke Ganjar Pranowo dan juga menjadi simpatisan bagi Erick Thohir.
Uniknya, pendukung Ganjar dan simpatisan Erick ini seolah memiliki perjanjian untuk sepakat bersama-sama mem-bully Anies. Para influenzer-nya seolah tak kenal lelah dan tak kehabisan narasi untuk terus beraksi menyerang Gubernur DKI Jakarta ini. Sementara kebanyakan pendukung Anies lebih banyak bereaksi dengan susah payah membendung narasi-narasi memojokkan yang mendengung di sana-sini.
Analis Drone Emprit, Munib Ansori mengungkapkan, kenyataan tersebut tercermin di semesta media siber, di mana para simpatisan Anies dan Ganjar di media percakapan dan pemberitaan memang unik. Disebut begitu lantaran struktur akun-akun penyokong keduanya beresonansi dengan konstelasi bipolar Pilpres 2019.
“Data kami menunjukkan, akun-akun pendukung Prabowo banyak bergeser ke Anies, sedangkan pendukung Jokowi berhijrah ke Ganjar. Akibatnya, adu sentimen antar kedua kubu tak terelakkan,” ujar Munib di Jakarta kepada SuaraPemerintah.ID, Minggu (12/06).

Keterangan: Klaster percakapan tentang Ganjar dan Anies sama-sama berisi akun-akun pendukung sekaligus para haters
Dalam peta percakapan selama kurun 6-12 Juni, terlihat polarisasi cukup kentara antara simpatisan Ganjar dan Anies. Namun, bukan polarisasi yang betul-betul saling terpisah, melainkan, polarisasi yang masih terhubung oleh aliran narasi yang saling menyerang. “Terdapat adu sentimen sekaligus argumen dalam dua klaster. Ini mengingatkan saya pada pola perang narasi antara pendukung Jokowi dan Prabowo di 2019 lalu,” imbuhnya.
Akun-akun utama yang mendukung Ganjar teridentifikasi pro pemerintah Jokowi dan sekaligus menjadi penyerang konsisten yang senantiasa sigap mendelegitimasi Anies. Sebaliknya, yang terdeteksi pendukung Anies cukup agresif menyerang balik reputasi Gubernur Jawa Tengah ini. “Sungguh ironis, cebong-kampret terpantau berganti baju menyelinap dalam dua figur ini,” kata dia.
Dua seteru tersebut terus berpolemik dalam isu-isu yang dinamis. Umpamanya, terkait dengan kegiatan Formula E yang disusul dengan deklarasi dukungan eks HTI, FPI, dan bekas napi terorisme terhadap Anies Baswedan sebagai calon presiden di 2024.
Akun-akun yang dahulu kerap dilabeli kelompok cebong (kini sebagian di antaranya partisan Ganjar), begitu antusias menggoreng isu deklarasi, dan di saat yang sama menguliti bahkan berikhtiar menjatuhkan kesuksesan kegiatan Formula E dan Anies.
Pada sisi sebaliknya, akun-akun yang dahulu kerap dilabeli kelompok kampret (kini sebagian di antaranya pendukung Anies) juga menggelar serangan balik, bahwa deklarasi tersebut sebagai jebakan penuh rekayasa, yang pada waktu bersamaan menggaungkan kesuksesan Anies di Jakarta E-Prix.
“Pola perang narasi yang digelar cebong versus kampret yang telah berganti baju ini mirip dengan yang terjadi di 2019 lalu. Satu topik akan sama-sama digoreng dalam sudut berlawanan oleh kedua belah pihak, yakni untuk saling menjatuhkan,” tutur Munib.
Sehingga, lanjutnya, percakapan kedua figur ini mempertaruhkan adu kuat sentimen. Konsekuensinya, popularitas yang tinggi di media sosial seringkali mentions-nya justru didominasi sentimen negatif. Hal demikian terlihat pada perbandingan favorabilitas Ganjar vs Anies sepanjang periode pemantauan.

Keterangan: Posisi figur (simbol bulat), makin ke kanan makin populer, makin ke atas makin disukai
Berdasarkan penghitungan mesin, Anies lebih populer (jumlah mentions di seluruh platform yang dipantau lebih banyak) dibanding Ganjar. Hal demikian menunjukkan, popularitas Gubernur DKI Jakarta lebih dominan karena disumbang oleh percakapan yang dibangun para haters.
“Kasus deklarasi eks HTI, FPI, dan mantan napi terorisme cukup besar pengaruhnya terhadap percakapan negatif tentang Anies, meskipun belakangan mendapatkan pembelaan masif dari pendukungnya, terutama di kanal Twitter,” tandasnya.