Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni secara resmi melepas ekspor komoditas hasil wanatani atau agroforestri ke Jepang. Sebanyak 9 ton produk dengan nilai ekonomi mencapai Rp989 juta merupakan hasil produksi dari Kelompok Perhutanan Sosial (KPS) KTH Sukobubuk Rejo, Pati, Jawa Tengah.
Komoditas yang diekspor mencakup petai sebanyak 500 kilogram serta berbagai hasil hutan bukan kayu, termasuk jengkol, cabai rawit orange, cabai merah keriting, cabai rawit hijau, daun salam, bunga pepaya, kelapa parut, nangka muda rebus, dan daun singkong rebus.
“Pagi hari ini berbangga hati, bersuka cita bahwa apa yang ditanam, apa yang disemai beberapa waktu yang lalu sekarang sudah menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat yaitu program perhutanan sosial. Ini ada satu contoh di Sukobubuk Rejo, Pati dengan perhutanan sosial sekitar 100 hektare. Sekarang petani hutan di Pati sudah bisa mengekspor agroforestri,” ujar Raja Juli Antoni usai melepas ekspor komoditas hasil agrofrestri di Kantor Kementerian Kehutanan, Jakarta, Selasa (28/10).
Baca juga :Â Surplus Ekspor Perikanan Melonjak Jadi Kado Spesial HUT Ke-25 KKP
Produk petai yang diekspor merupakan bagian dari program Kebun Bibit Rakyat (KBR) dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH), sebagai upaya kolaboratif untuk memulihkan lahan melalui Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL).
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa dalam setiap dua minggu, KPS akan secara rutin melakukan ekspor komoditas agroforestri ke Jepang.
“Alhamdulillah ini satu kontainer, per dua minggu nanti sudah bisa dikirim dua kontainer. Tadi saya bicara dengan beberapa teman-teman, di banyak negara juga permintaan yang sudah ada,” katanya.
Pelepasan ekspor ini difasilitasi oleh PT Asha Nouva International Indonesia dan Sariraya Co. Ltd Japan, yang telah menjalin kerja sama dengan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan.
Lebih jauh, Menhut juga mengungkapkan akan mengembangkan 4 juta hektare area yang akan dijadikan sebagai lokasi perhutanan sosial secara terintegrasi dengan mengedepankan kualitas serta bekerja sama dengan koperasi dan perbankan untuk mengembangkannya.
Adapun program Perhutanan Sosial merupakan salah satu kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemberian akses kelola kawasan hutan yang diberikan selama 35 tahun kepada masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan dalam bentuk Kelompok yang dikenal dengan Kelompok Perhutanan Sosial (KPS), agar dapat dimanfaatkan secara terjaga dan lestari yang tidak terlepas dari aspek pengelolaan yaitu kelola sosial, kelola kawasan dan kelola usaha.
Cek Artikel dan Berita yang lainnya di Google News