Minggu, Mei 18, 2025
spot_img

BERITA UNGGULAN

Pemerintah Bangun 2.700 Rumah untuk Korban Erupsi Gunung Lewotobi

Pemerintah Indonesia berkomitmen membangun sekitar 2.700 rumah bagi para korban erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Hal ini diungkapkan oleh Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait, usai rapat tingkat menteri di Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Rabu (20/11).

“Kami siapkan sampai 2.700 rumah,” ujar Maruarar Sirait.

- Advertisement -

Pembangunan hunian tetap (huntap) ini akan dilaksanakan setelah berbagai aspek seperti izin kehutanan, infrastruktur, keamanan, dan geologi selesai dipetakan. Proyek ini diperkirakan memakan waktu sekitar 5,5 bulan setelah semua persiapan rampung.

Baca juga: Gunung Lewotobi Laki-Laki Kembali Erupsi, Ribuan Warga Mengungsi

Pemerintah tengah memetakan lokasi-lokasi yang akan dijadikan tempat pembangunan huntap. Selain itu, material untuk pembangunan rumah akan memanfaatkan sumber daya lokal di Flores Timur. Langkah ini sekaligus bertujuan membuka lapangan kerja bagi masyarakat setempat.

- Advertisement -

“Bangunan untuk rumah sudah siap kami jalankan, tinggal manajemen waktu, diorkestrasi dengan sangat baik oleh Pak Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Pratikno),” ujar dia.

Bahkan, kata dia, penyiapan dan pembuatan bahan baku pembangunan akan memaksimalkan sumber daya yang ada di sekitar masyarakat di Flores Timur. Dengan demikian, sekaligus akan menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar/penyintas.

“Bahkan nanti kita juga siap untuk membuatnya (bahan baku) di situ. Sehingga nanti bisa membuat pekerjaan-pekerjaan bagi masyarakat yang ada di situ juga. Kita lagi hitung kesiapan itu,” ujar dia.

Maruarar menegaskan bahwa relokasi penyintas akan dilakukan melalui pendekatan dialog, bukan kebijakan sepihak. Masyarakat akan diajak berdiskusi untuk memastikan relokasi memenuhi kebutuhan mereka, termasuk mempertimbangkan faktor seperti akses ke gereja, pasar, dan sekolah.

“Karena ini memindahkan bukan hanya rumah, tetapi kehidupan. Itu sudah ada yang puluhan tahun tinggal di situ, bahkan ratusan tahun. Kemudian dekat dengan gerejanya, dekat dengan pasar, dekat dengan sekolah. Kita tidak pakai pendekatan top-down, tapi dialog,” kata dia.

“Dan itu (dialog) berulang-ulang, supaya jangan nanti pada saat dibangun misalnya, karena tidak diajak terlibat bicara, jadi tidak dihuni,” ujarnya.

Cek Artikel dan Berita Lainnya di Google News

- Advertisement -

Kirimkan Press Release berbagai aktivitas kegiatan Brand Anda ke email [email protected]

Artikel Terkait

Suara Hari Ini

Ikuti Kami

10,502FansSuka
392PengikutMengikuti
7PengikutMengikuti
2,880PelangganBerlangganan

Terbaru