Jumat, November 7, 2025
spot_img

BERITA UNGGULAN

Hanya Ada di Indonesia, 7 Tradisi Unik Rayakan Idul Adha

SuaraPemerintah.ID – Setelah merayakan Idul Fitri, umat Islam di Indonesia akan merayakan Idul Adha. Idul Adha atau dikenal juga dengan lebaran haji tersebut merupakan hari raya dimana umat Islam akan menyembelih berbagai hewan kurban seperti kambing, sapi, unta, dan lain-lain.

- Advertisement -

Nah, di Indonesia sendiri ternyata memiliki banyak tradisi unik dalam menyambut hari raya Idul Adha.

Berikut adalah berbagai tradisi unik merayakan hari raya Idul Adha, yang hanya ada di Indonesia:

- Advertisement -
  1. Tradisi Grebeg Besar di Keraton Yogyakarta

Keraton Yogyakarta memiliki tradisi yang unik yaitu Tradisi Grebeg Gunungan yang biasanya diadakan bertepatan dengan hari besar umat Islam seperti Hari Raya Idul Fitri, Maulid Nabi Muhammad SAW, dan juga hari raya Idul Adha.

Tradisi tersebut digagas oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I sampai saat ini. Tujuan awalnya adalah untuk menyebarkan ajaran Islam.

Tradisi grebeg identik dengan keberadaan gunungan yang dijadikan simbol kemakmuran Keraton Yogyakarta. Gunungan adalah makanan dalam jumlah besar dari berbagai hasil bumi yang nantinya dibagikan kepada masyarakat.

Grebeg Besar merupakan salah satu grebeg yang diadakan pada Hari Raya Idul Adha. Grebeg Besar diadakan di Bulan Dzulhijjah sebagai bentuk penghormatan Keraton Yogyakarta kepada bulan besar Dzulhijjah. Juga sebagai cara Sultan Keraton dan masyarakat Yoygakarta untuk bersyukur dan mencari berkah.

  1. Tradisi Apitan di Semarang

Tradisi Apitan digelar oleh masyarakat Jawa yang ada di Semarang, Demak, Grobogan dan lainnya. Di Semarang, tradisi ini biasa diisi dengan pembacaan doa yang dilanjutkan dengan arak-arakan hasil tani dan ternak. Nantinya hasil tani yang diarak ini akan dibagikan kepada masyarakat setempat.

Tak hanya gunungan berupa hasil tani atau arak-arakan ternak, siapa pun yang menyaksikan tradisi Apitan ini juga akan disuguhkan dengan hiburan khas kearifan lokal. Tradisi Apitan sepintas memang mirip dengan tradisi Gerebeg di Yogyakarta.

Apitan sendiri konon berasal dari nama bulan Apit dalam kalender Jawa. Bulan Apit jatuh setelah bulan Syawal dan sebelum bulan Dzulhijah (bulan haji). Apit juga berarti kejepit karena berada di antara Idul Fitri dan Idul Adha.

Tradisi Apitan ini merupakan tradisi yang dilakukan sebagai bentuk rasa syukur atas rezeki berupa hasil bumi yang diberikan oleh Allah SWT. Tradisi Apitan merupakan kebiasaan para Wali Songo sejak dahulu sebagai bentuk ungkapan rasa syukur di perayaan Idul Adha.

  1. Tradisi Manten Sapi di Pasuruan

Tradisi Manten Sapi merupakan salah satu tradisi unik yang digelar masyarakat di daerah Pasuruan, Jawa Timur. Tradisi ini kerap diadakan untuk memeriahkan hari raya kurban atau Idul Adha.

Tradisi Manten Sapi biasanya digelar setiap H-1 menjelang hari raya Idul Adha. Tradisi Manten Sapi merupakan bagian dari syiar agama untuk mengingatkan pentingnya berkurban.

Dalam pelaksanaannya, masyarakat mendandani sapi yang hendak dikurbankan seperti layaknya pengantin. Biasanya, sapi dikalungkan bunga tujuh rupa, lalu dibalut dengan kain kafan, sorban, dan sajadah.

Setelah didandani, semua sapi akan diarak menuju masjid setempat untuk diserahkan kepada panitia kurban.

Setelah memotong hewan kurban itu, daging kurban dibagikan kepada yang berhak. Selain itu, sebagai bagian dari tradisi Manten Sapi, masyarakat akan mengolah daging kurban dan menyantapnya secara bersama-sama.

  1. Tradisi Jemur Kasur dan Tumpeng Sewu di Banyuwangi

Salah satu tradisi yang cukup terkenal dan menjadi agenda tahunan setiap menjelang hari raya Idul Adha ialah Tradisi Mepe Kasur atau jemur kasur.

Tradisi Mepe Kasur merupakan salah satu ritual khas masyarakat asli Banyuwangi. Mepe Kasur merupakan tradisi turun temurun yang dilakukan oleh masyarakat Desa Kemiren, sebagai daerah asli tempat tinggal masyarakat Suku Using.

Tradisi menjemur kasur dilakukan secara bersamaan di depan rumah warga, sebelum dilaksanakan Tumpeng Sewu pada malam harinya. Uniknya, kasur-kasur tersebut memiliki warna seragam, yaitu berwarna dasar hitam dengan pinggiran merah.

Masyarakat Using meyakini dengan mengeluarkan kasur dari dalam rumah dapat membersihkan diri dari segala penyakit. Khusus bagi pasangan suami istri, tradisi ini bisa diartikan sebagai kelanggengan.

Di malam harinya, warga Using melanjutkan tradisi dengan menggelar selamatan Tumpeng Sewu. Di dalam selamatan Tumpeng Sewu, semua warga akan mengeluarkan tumpeng dengan lauk khas warga Using, yaitu pecel pitik atau ayam panggang dengan parutan kelapan.

Biasanya warga juga akan memeriahkan suasana dengan menyalakan obor di depan rumah masing-masing.

  1. Tradisi Meugang di Aceh

Tradisi unik lainnya saat Idul Adha adalah tradisi Meugang yang digelar oleh masyarakat di daerah Aceh. Tradisi Meugang atau dikenal juga dengan sebutan Makmeugang merupakan tradisi yang sudah dilakukan secara turun temurun untuk merayakan hari-hari besar Umat Islam seperti Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha.

Meugang merupakan tradisi di mana masyarakat di Aceh akan ramai-ramai membeli daging sapi, lalu memasaknya, dan kemudian menyantapnya bersama-sama keluarga.

Tak jarang, perayaan ini turut mengundang pula tetangga, anak yatim, dan fakir miskin untuk bersama-sama menikmati hidangan. Sehingga menjadikan Meugang sebagai tradisi masyarakat Aceh yang sarat akan makna kebersamaan dan tali persaudaraan.

Biasanya, saat Meugang berlangsung, anak maupun kerabat yang merantau atau tinggal di tempat jauh, akan pulang untuk merayakannya.

  1. Tradisi Gamelan Sekaten di Cirebon

Tradisi Gamelan Sekaten merupakan salah satu tradisi yang selalu digelar di Keraton Kasepuhan Cirebon saat Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha.

Pelaksanaan tradisi Gamelan Sekaten intinya adalah membunyikan gamelan saat hari Raya umat Islam. Bunyi gamelan tersebut dianggap menjadi penanda umat Islam merayakan hari kemenangan.

Gamelan itu mulai dibunyikan sesaat setelah sultan Keraton Kasepuhan keluar dari Masjid Agung Sang Cipta Rasa usai salat Ied. Bunyi gamelan akan mengalun dari pagi hingga siang hari.

Konon, Gamelan Sekaten merupakan rangkaian alat musik yang digunakan oleh Sunan Gunung Jati untuk menyiarkan Islam. Kala itu, masyarakat yang menonton gamelan harus membayar namun bukan dengan uang, melainkan dengan mengucapkan dua kalimat syahadat atau syahadatain.

Karena itu, gamelan itu disebut Sekaten karena berasal dari kata syahadatain.

Kini, Gamelan Sekaten yang pernah digunakan oleh Sunan Gunung Jati itu telah berusia 600 tahun.

  1. Tradisi Abda’u dan Kaul Negeri di Maluku

Tradisi Abda’u dan Kaul Negeri merupakan tradisi yang digelar masyarakat Negeri Tulehu, Maluku Tengah bersama warga dari beberapa desa lainnya. Tradisi tersebut dilaksanakan seusai warga melaksanakan Salat Idul Adha.

Tradisi Abda’u dan Kaul Negeri sudah dilakukan sejak ratusan tahun lalu, yakni setelah terbentuknya pemerintahan otonom yang bersyariat Islam sekitar tahun 1600 Masehi.

Atraksi Kaul Kurban atau penyembelihan kurban ternak merupakan sebuah prosesi ritual dan sakral yang terinspirasi dari kisah Nabi Ibrahim dan anaknya Ismail.

Daging kurban ternak kemudian dibagikan kepada fakir miskin dan atau mereka yang menerimanya sesuai dengan hukum syariat Islam.

Penyembelihan hewan kurban di Tulehu dilakukan dua kali yakni untuk umum setelah selesai salat Id. Sedangkan penyembelihan secara khusus terdiri dari seekor kambing inti dan dua kambing pendamping.

Sebelum disembelih, tiga kambing tersebut digendong dengan kain oleh pemuka adat dan pemuka agama untuk diarak keliling Negeri dengan diiringi alunan dzikir dan salawat Nabi Muhammad SAW.

Kambing tersebut kemudian dibawa menuju pelataran Masjid Negeri Tulehu untuk dilakukan penyembelihan selepas Ashar.

- Advertisement -

Kirimkan Press Release berbagai aktivitas kegiatan Brand Anda ke email [email protected]

Artikel Terkait

Suara Hari Ini

Ikuti Kami

10,502FansSuka
392PengikutMengikuti
7PengikutMengikuti
2,910PelangganBerlangganan

Terbaru