SuaraPemerintah.ID – Rekan Super, di Indonesia memiliki berbagai macam tradisi unik lho, dalam rangka memperingati maulid Nabi Muhammad SAW.
Yuk, kita simak apa saja tradisi unik Maulid Nabi yang ada di Indonesia!
- Tradisi Kirab Ampyang di Kudus, Jawa Tengah.
Pada awalnya tradisi Kirab Ampayang merupakan media penyiaran agama Islam di wilayah tersebut. Tradisi itu dilakukan oleh Ratu Kalinyamat dan suaminya, Sultan Hadirin.
Tradisi ini digelar dengan menyajikan makanan yang dihiasi dengan ampyang atau nasi dan krupuk yang diarak keliling desa sebelum menuju ke Masjid Wali At Taqwa di desa setempat.
Dalam tradisi ini, masing-masing peserta juga menampilkan sejumlah kesenian, seperti visualisasi tokoh-tokoh yang berjasa pada saat berdirinya Desa Loram Kulon serta visualisasi sejarah pendirian Masjid Wali At Taqwa.
Setelah sampai di Masjid Wali, tandu yang berisi nasi bungkus serta hasil bumi yang sebelumnya diarak keliling desa didoakan oleh ulama setempat, kemudian dibagikan kepada warga setempat untuk mendapatkan berkah.
- Tradisi Muludhen di Madura Jawa Timur
Tepat pada 12 Rabiul Awal, masyarakat di Madura akan berduyun-duyun datang ke masjid untuk merayakan Maulid Agung atau yang biasa disebut sebagi peringatan Muludhen.
Acara ini biasanya diisi dengan pembacaan barzanji (riwayat hidup Nabi) dan sedikit selingan ceramah keagamaan yang menceritakan kebaikan Sang Nabi semasa hidupnya untuk dijadikan sebagai pegangan hidup.
Saat Maulid Agung, para perempuan biasanya datang ke masjid atau musala dengan membawa talam yang di atasnya berisi tumpeng. Di sekeliling tumpeng tersebut dipenuhi beragam buah yang ditusuk dengan lidi dan dilekatkan kepada tumpeng.
- Tradisi Grebeg Maulud Nabi di yogyakarta
Yogyakarta dikenal sebagai kota yang punya beranekaragam budaya, salah satunya Tradisi Grebeg Maulud.
Tradisi Grebeg Maulud dilakukan setiap tanggal 12 pada bulan Maulud, yang merupakan tanggal kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Upacara Grebeg Maulud diawali dengan Parade prajurit kraton yang berpakaian lengkap ditambah senjata khusus, ada juga yang membawa alat musik.
Setelah para prajurit keluar disusul oleh rombongan prajurit yang menunggangi kuda maupun yang terakhir adalah rombongan gunungan akan diarak menuju alun-alun kemudian didoakan di Masjid Gede Kauman.
Selanjutnya akan diperebutkan untuk siapa saja yang menonton. Banyak warga percaya jika mengambil hasil bumi dari gunungan tersebut akan mendapatkan berkah.
- Tradisi Panjang Jimat di Cirebon
Panjang jimat merupakan puncak peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, yang telah menjadi tradisi turun temurun sejak ratusan tahun lalu di Keraton Kasepuhan Cirebon.
Perangkat dalam upacara itu terdiri dari lilin, air mawar, panjang (tabsi yang berisi nasi Rosul), guci, empat buah baki serta tumpeng jeneng dan nasi uduk. Seluruh perangkat itu memiliki makna tersendiri.
Biasanya, seluruh perangkat itu dibawa oleh iring-iringan abdi dalem dari Bangsal Prabayaksa Keraton Kasepuhan menuju Langgar Agung. Di Langgar Agung, kemudian dilaksanakan shalawatan dan pengajian kitab Barjanzi hingga tengah malam. Setelah itu, nasi jimat dan makanan lain yang disajikan diatas piring pusaka peninggalan Sunan Gunung Jati pun disantap bersama.
- Tradisi Bungo Lado di Padang Pariaman, Sumatera Barat
Tradisi Bungo Lado merupakan tradisi yang digelar masyarakat di Padang Pariaman, Sumatera Brat untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.
Bungo lado merupakan pohon hias berdaunkan uang yang biasa juga disebut dengan pohon uang. Uang kertas dari berbagai macam nominal itu ditempel pada ranting-ranting pohon yang dipercantik dengan kertas hias.
Tradisi bungo lado menjadi kesempatan bagi warga yang juga perantau untuk menyumbang pembangunan rumah ibadah di daerah itu. Masyarakat dari beberapa desa akan membawa bungo lado yang dikumpulkan untuk pembanguan rumah ibadah dan kegiatan dakwah.
Sumbangan bungo lado ini merupakan simbol dari rasa syukur atas nikmat yang diberikan Allah.
- Tradisi Walima di Gorontalo
Di Gorontalo, peringatan Maulid Nabi dilakukan dengan tradisi walima. Walima merupakan tradisi tua semasa kerajaan-kerajaan Islam ada, yang dilaksanakan turun-temurun antargenerasi. Diperkirakan, tradisi ini mulai ada sejak Gorontalo mengenal Islam, tepatnya pada abad 17.
Saat tradisi walima masyarakat muslim di Gorontalo akan menyiapkan kue-kue tradisional, seperti kolombengi, curuti, buludeli, wapili, dan pisangi yang disusun sedemikian rupa dan diarak dari rumah menuju masjid terdekat.
Setelah doa maulid di Masjid selesai, ribuan kue-kue tersebut dibagi-bagikan kepada warga untuk dibawa pulang ke rumah masing-masing, karena hal tersebut menurut mereka membawa sebuah keberkahan ketika mendapatkan makanan yang sudah didoakan.