“Membina WBP bukan hal yang sangat sulit. Mereka ternyata memiliki banyak karakter positif dan bakat tersembunyi. Yang sulit adalah menghilangkan stigma di masyarakat” ujar Andika yang pernah menjadi Kepala Lapas Klas I Tangerang.
Bahkan menurut Andika, stigma ini turut berperan besar bagi narapidana yang sudah bebas untuk kembali masuk ke dalam penjara.
“Kami bekali WBP dengan berbagai pelatihan dan pendidikan yang dapat mereka terapkan saat keluar dari penjara nanti. Persoalannya, stigma yang masih kuat menjadikan mereka sukar untuk mendapat pekerjaan. Bukan karena mereka tidak memiliki kemampuan atau keahlian, tetapi karena mereka selalu dicurigai sebagai orang yang selamanya jahat,” papar Andika.
Akhirnya, kata Andika, karena mereka sukar mendapat peluang dan selalu dinilai negatif, mereka terpaksa melakukan kembali kesalahan yang sama. Pencopet kembali mencopet, pencuri kembali mencuri. Sesuatu yang mungkin terpaksa mereka lakukan kembali karena kecilnya peluang mereka diterima oleh masyarakat.
Menurut Andika, sebaik apapun pembinaan yang diberikan kepada WBP di penjara, selama masyarakat masih diskriminatif terhadap para narapidana maka pembinaan akan sukar untuk dapat diimplementasikan oleh WBP saat keluar dari penjara.
“Opini sesat dibiarkan hidup dan menjadikan warga binaan sebagai orang yang selamanya salah dan akhirnya bertindak pragmatis. Telanjur basah, ya sudah mandi sekali. Telanjur dicap buruk, ya sudah jadi penjahat sekalian,” ujarnya.
Program pembinaan apa yang diberikan kepada WBP? Andika kemudian menjabarkan berbagai program pembinaan yang diberikan lembaga pemasyarakatan yang berada di lingkup administrasi kerjanya, yaitu wilayah Banten. Diantaranya keberhasilan panen jagung di Pondok Asimilasi Lapas Rangkasbitung.
“WBP yang menghuni pondok asimilasi Lapas Klas III Rangkasbitung berhasil panen jagung manis yang ditanam di lahan seluas 2.4 hektar. Kegiatan itu merupakan bagian program pengelolaan sarana asimilasi edukasi. Kualitas jagungnya sangat baik bahkan saya berani jamin lebih unggul dari jagung yang ada di pasaran,” papar Andika optimis.
Kegiatan lainnya adalah kegiatan belajar mengajar secara daring bekerjasama dengan kampus negeri, outbond dan juga pembinaan kepramukaan.
Untuk program pendidikan, terdapat program “Kampus Kehidupan”. Itu adalah program bagi para WBP yang ingin melanjutkan pendidikan di tingkat universitas. Program ini merupakan bentuk fasilitasi lapas terhadap warga negara untuk mendapatkan hak pendidikannya. program ini baru berlaku di Lapas Pemuda Tangerang. Apabila berhasil, akan diterapkan di lapas-lapas lainnya.
“Program kampus kehidupan lapas pemuda bekerja sama dengan Universitas Islam Syekh Yusuf (UNIS). Saat ini sudah berjalan dua angkatan. Angkatan pertama Fakultas Hukum yang sudah memasuki 4 semester. Angkatan kedua, Fakultas Ilmu Pendidikan Islam, baru akan dimulai tahun ini,” papar Andika.
Bagaimana jika sebelum lulus mereka telah bebas dari penjara? Andika menjelaskan bahwa mereka akan diberi jaminan untuk dapat menyelesaikan pendidikannya walaupun telah usai masa tahanannya.
Andika juga memaparkan beberapa karya WBP lainnya yang dengan kualitas dan nilai seni yang sangat tinggi. Untuk WBP perempuan, ada program “Kita Peduli Wanita” dimana mereka dibekali dengan banyak keterampilan kerajinan yang dapat mereka praktekkan saat keluar nanti, pramuka dan juga usaha kuliner.
“Oh iya, minuman yang terbuat dari jahe merah ini adalah hasil produksi para WBP loh. Segar dan menyehatkan. Jika anda mau beli, silakan pesan ke mereka,” ujarnya tertawa sambil meminum secangkir jahe merah instan produk warga binaan Lapas Klas IIA Serang.
Untuk pembinaan kerohanian juga terus difasilitasi agar mereka semakin mendekat kepada Tuhan. Andika bahkan menjelaskan ada beberapa narapidana yang justru menjadi ustadz setelah masuk penjara.
“Jadi jangan dikira penjara adalah sekolah bagi para penjahat untuk menjadi lebih tinggi ilmu kejahatannya,” kata Andika sambil kembali tertawa.
“Berilah mereka peluang untuk berbuat baik. Penjara bukan akhir kehidupan dan tidak semua orang yang masuk penjara itu tertutup kesempatannya untuk berbuat baik,” terang Kakanwil yang selalu ceria itu.
Andika kemudian menjelaskan banyak orang besar lahir dari penjara dan menjadikannya sebagai bagian dari sejarah perjuangan heroik. Nabi Yusuf, Galileo, Soekarno, Hatta, Nelson Mandela adalah contoh kecil orang-orang besar yang juga pernah merasakan penjara. Begitu pula dengan Imam Hambali, Ibnu Taimiyyah, Hamka dan yang lain-lain justru melahirkan karya-karya besar dalam penjara.
“Di penjara, kami memberikan pembinaan. Kami harap masyarakat juga menghapus stigma mereka dengan memberi peluang dan kepercayaan. Insya Allah mereka akan menjadi sosok yang mungkin lebih mulia dan lebih baik dari kita,” pungkas Kepala Kanwil Kemenkumham Banten itu.