Suarapemerintah.id – Saya terkadang membayangkan, seandainya para guru besar studi Islam itu mau sedikit menurunkan ego intelektualnya melayani masyarakat yang haus ilmu agama, mungkin pemahaman keagamaan masyarakat kita tak akan sekering sekarang ini.
Saya terkadang membayangkan, seandainya para guru besar studi Islam ini mau menuangkan samudra keilmuannya secara runut, mendalam, dan dikemas dengan bahasa awam, tanpa ndakik-ndakik menonjolkan catatan kaki, tidak mbulet dengan teori, mungkin masyarakat akan bisa mengambil manfaat darinya.
Saya terkadang membayangkan, seandainya para guru besar studi Islam mau memenuhi kanal-kanal sosmed dengan tulisan-tulisan lugas tanpa takut dibilang tidak ilmiah, tidak akademik, mungkin mata masyarakat akan semakin melek dengan pesan-pesan agama yang luhur.
Terkadang saya juga membayangkan, seandainya para guru besar studi Islam itu mau sedikit berempati kepada masyarakat yang menempatkannya sebagai pemilik ilmu pengetahuan yang otoritatif dan memanggilnya “profesor”, mungkin pemahaman yang berjarak itu bisa lebih didekati, dan hal-hal rumit bisa disederhanakan.
Tapi sayangnya ini hanya bayangan. Ilmu pengetahuan yang mestinya bisa dipancarkan secara luas terhalang oleh pemilik ilmu itu sendiri. Ada ruang tak tercerahkan karena ada tabir yang menutupinya.
Inilah saatnya para pemangku keilmuan yang otoritatif turun gunung. Sapalah masyarakat umum, ajak dan bimbing mereka belajar dengan benar. Jangan biarkan mereka disentuh oleh para penyamun jalan Tuhan. Jangan biarkan telinga publik dijejali oleh narasi-narasi keagamaan yang menyimpang.
Para guru besar studi Islam jangan hanya duduk diam di singgasana akademik yang berjarak dengan realita masyarakat.
Buat mereka paham dengan bahasamu yang lugas, sederhana, dan membumi. Buanglah ego intelektualmu. Jangan paksa mereka memahami makalah, tesis, apalagi disertasi dan laporan penelitian yang rumit.
Tidak perlu takut dikatakan tidak ilmiah, tidak intelektual, ndeso, dan sebagainya. Pandangan keagamaan di masyarakat yang kering harus segera disiram dengan air pengetahuan. Cara beragama yang bengkok diluruskan sesuai sumber-sumber ilmu yang benar.
Untuk apa jadi profesor, jika tidak mau berbagi. Gelar guru besar itu mulia, dan akan lebih mulia jika menjadi lentera yang menuntun masyarakat menapaki jalan kehidupan yang lurus. Itulah hakikat melayani ilmu pengetahuan.