SuaraPemerintah.ID – Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menyoroti wacana kebijakan tentang kemasan polos tanpa merek (plain packaging) untuk produk tembakau dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK), yang merupakan turunan dari PP 28 Tahun 2024.
Misbakhun menyatakan bahwa rencana Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk menerapkan kemasan polos pada produk tembakau akan berdampak langsung pada perekonomian negara. Ia menekankan bahwa cukai hasil tembakau (CHT) sejauh ini telah menyumbang sekitar Rp300 triliun kepada negara.
“Dampak ekonomi yang besar ini tampaknya luput dari perhatian para pemangku kebijakan. Kontribusi Rp300 triliun dari cukai rokok sangat signifikan bagi anggaran nasional kita,” kata Misbakhun dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Ia mempertanyakan alasan kebijakan ini dipertimbangkan untuk dimasukkan dalam RPMK, mengingat kebijakan tersebut berpotensi mengabaikan kepentingan petani dan pedagang yang bergantung pada industri tembakau. Menurutnya, kebijakan ini didorong oleh Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), yang merupakan kesepakatan beberapa negara dalam pengendalian tembakau, namun tidak selaras dengan kebutuhan nasional Indonesia.
Misbakhun menegaskan bahwa Indonesia harus mempertahankan kedaulatannya dan melindungi para petani, pedagang, serta pelaku ekonomi yang bergantung pada industri tembakau. Ia juga menekankan pentingnya peran pemerintah dalam mendukung petani tembakau dan cengkih, yang selama ini tidak mendapatkan alokasi anggaran atau subsidi khusus untuk kesejahteraan mereka.
Selain itu, Misbakhun meragukan efektivitas kebijakan kemasan polos dalam mengurangi konsumsi rokok, dengan mengutip data dari berbagai negara yang menunjukkan hasil yang serupa. Sebaliknya, ia memperingatkan bahwa kebijakan ini bisa memicu peredaran rokok ilegal yang tidak tercatat, sehingga merugikan negara dalam hal penerimaan cukai.
Ia juga berpendapat bahwa penghapusan merek rokok dan penerapan kemasan polos yang seragam akan menyulitkan pengawasan dan penegakan hukum. Menurutnya, Bea Cukai tidak dipersiapkan untuk menangani masalah ini, dan penerapan kemasan polos tanpa perencanaan yang matang hanya akan meningkatkan peredaran rokok ilegal.
“Selama ini, kampanye kesehatan tidak efektif menghentikan kebiasaan merokok. Jika pemerintah terus menerapkan pendekatan yang sama tanpa mempertimbangkan dampak ekonomi dan penegakan hukum, kita akan menghadapi peningkatan peredaran rokok ilegal dan kerugian negara,” ujarnya.
Misbakhun menekankan pentingnya pendekatan yang seimbang dalam kebijakan tembakau, dengan memperhitungkan dampak ekonomi serta tata kelola yang baik. Ia mengkritik kebijakan yang sama diulang tanpa perubahan signifikan, dan menyerukan pendekatan baru yang lebih efektif.
“Sudah bertahun-tahun kita mencoba hal yang sama, tetapi mengharapkan hasil berbeda. Pada akhirnya, rokok ilegal semakin marak, dan pemerintah tampaknya tidak menyadari ini. Kebijakan yang membatasi sektor ini akan merugikan industri dan ekonomi kita,” pungkasnya.
Cek Artikel dan Berita yang lainnya di Google News