Minggu, Mei 19, 2024
spot_img

BERITA UNGGULAN

Belum Banyak Tahu, Pernikahan Dini Ternyata Melanggar Hak-Hak Perempuan

- Advertisement -

Suarapemerintah.ID – Ternyata banyak perempuan yang belum memiliki akses sepenuhnya untuk mengambil keputusan terhadap tubuhnya sendiri, salah satunya memutuskan kapan akan menikah atau memiliki anak. Padahal perempuan seharusnya memiliki hak penuh dan hak ini harus dijamin oleh negara.

Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW), yang ditandatangani pada 1979 dalam konferensi yang diadakan Komisi Kedudukan Perempuan PBB, menyebutkan bahwa perempuan memiliki hak dalam bidang kesehatan.

- Advertisement -

Artinya, perempuan berhak mendapatkan kesempatan sama untuk melahirkan secara aman. Negara juga berkewajiban menjamin diperolehnya pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan KB, kehamilan, persalinan, dan pasca-persalinan. Hak ini berlaku untuk semua perempuan.

Apalagi, Indonesia juga telah mengesahkan konvensi tersebut pada tahun 1984 yang kemudian tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita.

- Advertisement -

Dalam undang-undang tersebut tertulis bahwa semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, sehingga segala bentuk diskriminasi terhadap wanita harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Meski demikian, pada kenyataannya tak semudah itu. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo pernah menyatakan bahwa masih banyak perempuan di dunia yang belum memiliki hak akan tubuhnya. Hampir setengah dari 57 negara berkembang di mana perempuan masih belum bisa menggunakan haknya.

- Advertisement -

“Bahkan jutaan wanita belum bisa menentukan dirinya mau pakai apa dalam urusan kontrasepsi. Belum merdeka untuk menentukan bahwa keputusan ada pada dirinya untuk mau hamil atau tidak hamil. Belum sepenuhnya memiliki kekuatan apakah dirinya berhak atau belum menikah,” kata Hasto dikutip dari Republika, Jumat (2/7/2021).

Pasalnya otonomi tubuh perempuan sangat berkaitan erat dengan kesehatannya. Hasto mencontohkan ketika perempuan dipaksa menikah pada usia muda, kesehatan mental dan fisik mereka sangat berpotensi terganggu. Hal semacam ini seharusnya tidak boleh terjadi.

Peneliti Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Dian Kartikasari menyampaikan, faktor pendorong perkawinan dini ternyata cukup banyak dan yang paling tinggi adalah faktor sosial sebanyak 28%.

Perempuan kerap terpaksa menikah dini akibat dorongan keluarga atau lingkungan yang melabeli mereka sebagai “perawan tua” atau “tidak laku”, pada usia yang sebenarnya masih terbilang remaja. Hal ini berdampak pada mental anak sehingga mereka tergesa-gesa menikah, padahal secara fisik dan psikologis belum siap.

Kirimkan Press Release berbagai aktivitas kegiatan Brand Anda ke email [email protected]

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Suara Hari Ini

10,502FansSuka
392PengikutMengikuti
7PengikutMengikuti
2,680PelangganBerlangganan

TERPOPULER

Terpopuler PRAHUM

Spesial Interview