Strategi ini memberikan hasil yang signifikan, terutama dalam hal melibatkan guru-guru Orang Asli Papua (OAP). Dari 49 peserta yang mengikuti seleksi Tahap 1, sebanyak 30 di antaranya adalah guru OAP. Dengan adanya pendampingan ini, banyak peserta merasa terbantu dalam proses seleksi. Salah satu peserta, Yeret Sineri, menyampaikan bahwa ia selalu mendapat motivasi dari Guru Penggerak di sekolahnya, yang membuatnya lebih semangat dalam menjalani program ini.
Salah satu aspek yang membuat peserta merasa lebih nyaman adalah pilihan dalam menyelesaikan soal esai, di mana mereka bisa menulis langsung pada kertas folio atau menggunakan Ms. Word. Tidak adanya kebutuhan akan akses internet membuat proses seleksi dapat dilalui tanpa hambatan. Hal ini membuat peserta lebih senang dibandingkan dengan angkatan sebelumnya.
Yuliana Rosalina Sorontou, salah satu peserta, mengungkapkan bahwa ia tidak lagi harus bergadang menunggu koneksi internet stabil untuk mengunggah berkas yang diperlukan, karena berkas tersebut dapat langsung diserahkan kepada tim seleksi, yang diwakili oleh perwakilan dari Dit. KSPSTK Ditjen GTK dan BGP Papua.
Para peserta berharap kegiatan semacam ini dapat terus dilaksanakan, mengingat masih banyak guru yang melayani di daerah-daerah terpencil dengan akses transportasi dan internet yang terbatas. Yus Larenggam, salah satu peserta, menekankan bahwa mekanisme ini sangat membantunya karena ia bertugas di daerah kepulauan di mana pemadaman listrik masih sering terjadi. Normalnya, layanan listrik hanya tersedia selama enam jam, mulai dari pukul 18.00 hingga 24.00 WIT.
Cek Artikel dan Berita yang lainnya di Google News
